Tampilkan postingan dengan label kamis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kamis. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Juli 2011

Kabar Berita hari Ini : Pacu Investasi Magelang Promosi Wilayah

Kamis, 21 Juli 2011 12:57:32
20110721125732_INVESTASI_ILUSTRASI.JPG

MAGELANG—Sejumlah lokasi di Kota Magelang ditawarkan untuk investasi.

Joko Wahidin, Kepala Kantor Penanaman Modal Kota Magelang menyebutkan, investasi diproyeksikan untuk berbagai bidang baik pendidikan, pariwisata, rekreasi maupun pusat bisnis dan perdagangan.

Lokasi yang ditawarkan, di antaranya untuk pengembangan kawasan jantung kota di Alun-alun, pengembangan pusat bisnis di kawasan sub Terminal Kebonpolo, pengembangan wisata kuliner malam di kawasan pecinan (Jl. Pemuda/Jl Jend Sudirman) serta pengembangan rekreasi air, perhotelan dan rumah makan di kawasan Delta Sungai Progo.

Lokasi lain yang ditawarkan adalah kawasan Gunung Tidar untuk pengembangan wisata religi dan olahraga rekreasi, selanjutnya untuk pengembangan pusat pendidikan, bisnis dan rekreasi di kawasan Sidotopo.

Penawaran ini dilakukan dengan mengikuti pameran bertajuk Central Java Investment Business Forum (CJIBF) yang diselenggarakan Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa Semarang 19-21 Juli 2011.

Sebanyak 35 kab/kota se Jawa Tangah ikut berpartisipsi dan meramaikan pameran yang bertujuan memfasilitasi Kabupaten/Kota dalam memperkenalkan potensi serta peluang investasi di daerah masng-masing.

”Adanya kegiatan ini bisa mempertemukan secara langsung antara kab/kota sebagai pemilik proyek dengan pelaku usaha,” kata Joko Wahidin.

Menurutnya, sejumlah kepala daerah  mampir di gerai Kota Magelang, di antaranya Walikota Salatiga Yuliyanto serta Bupati Temanggung Hasyim Affandi.

Pengusaha yang sempat berdialog antara lain dari Gapensi Kota Semarang, pengusaha hotel dari Jakarta serta rumah sakit Tlogorejo yang rencananya akan membangun di kota Magelang.(Harian Jogja/Nina Atmasari)
Foto Ilustrasi

Kabar Berita Magelang Hari Ini : Mampir Di Museum Kali Wangsit

Jodhi Yudono | Kamis, 21 Juli 2011 | 12:24 WIB

Kesenian Bekso Wanara Arga dari Dusun Krandegan tampil dalam Festival Lima Gunung VII yang digelar di Dusun Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (11/8). Festival yang diselenggarakan setiap tahun ini, melibatkan 600 seniman dari 16 kelompok seni pedesaan yang ada di Kabupaten Magelang.


Oleh M. Hari Atmoko
Seorang perempuan separuh baya sore itu membawa beberapa lembar daun pisang yang baru saja dipetik dengan sabitnya dari pekarangan alamiah yang oleh seniman petani Komunitas Lima Gunung Magelang dinamakan sebagai "Museum Kali Wangsit". "Nyuwun ron e’ (minta daun pisangnya, red.)," kata perempuan warga sekitar itu.
Tujuh mahasiswa berasal dari sejumlah program pendidikan di Nanyang Academy of Fine Arts (NAFA) Singapura dipandu pemimpin tertinggi Komunitas Lima Gunung (KLG), Sutanto Mendut dan lima seniman petani yang memainkan peran sebagai juru kunci Museum Kali Wangsit berjalan perlahan dari panggung terbuka Studio Mendut menuju pekarangan di tepian aliran Kali Pabelan Mati itu, beberapa waktu lalu.
Gemericik air sungai seakan memberikan aba-aba untuk langkah mereka melewati jalan setapak berumput di antara tebaran batuan dan pepohonan di Museum Kali Wangsit yang antara lain telah bertengger sejumlah patung batu "Dewi Tara", "Ken Dedes", "Ganesha", "Semar", dan "Lingga-Yoni".

Sesekali suara burung gagak terdengar melintas selama para mahasiswa itu dengan pendampingan koreografer tari klasik India, berasal dari Mumbai, India, Siri Rama itu, menjalani latihan dasar olah gerak tarian.

"’Nggih monggo, mendhet mawon’ (Ya silakan, ambil saja, red.)," kata Sutanto yang juga pengelola Studi Mendut, sekitar tiga kilometer timur Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, seakan mengizinkan perempuan itu mengambil daun pisang dari pekarangan tersebut.

Perempuan itu pun terlihat berjongkok di ujung pekarangan untuk melipat daun pisang yang baru saja diiris dari pelepahnya, lalu pergi meninggalkan Museum Kali Wangsit tersebut.

Sementara itu, para pelaku olah gerak tiba di tengah pekarangan seluas 1.200 meter persegi tersebut, mengikuti gerakan penari utama KLG, Wenti Nuryanti, yang direspons dengan gerak performa lima juru kunci masing-masing Djoko Widyanto, Armanto, Parmadi, Kisut, dan Kipli.
Mereka, masing-masing membalut badannya dengan kain warna hitam, mengikuti arahan dasar gerak yang disampaikan Sutanto Mendut dari tepi pekarangan setempat.
"Ikuti dasar gerak tarian bedaya Wenti. Biasanya tarian ini ditampilkan di keraton, tetapi sekarang anda latihan di tempat ini," kata Sutanto.
Beberapa saat kemudian, para pelaku olah gerak itu membentuk konfigurasi lingkaran dan memainkan performa secara bebas, mengikuti gerakan performa lima juru kunci antara lain tarian soreng, grasak, dan teatrikal.
Perlahan-lahan mereka kembali berjalan ke panggung terbuka Studio Mendut yang dinamakan Taman Meditasi Metamorfosa untuk melanjutkan olah gerak itu.
Beberapa nomor dasar gerak tarian mereka mainkan seakan merespons suara-suara alam sekitar. Suara irama ketukan batu secara bervariasi turut mewarnai olah gerak mereka sambil sekali meniti "panggung" berundak selebar setengah meter dan panjang empat meter dari rangkaian kayu yang ditutupi dengan kain hitam.
Babak latihan dasar olah gerak mereka lanjutkan hingga suara azan Magrib melantun dari pengeras suara di salah satu masjid terdekat dengan Studio Mendut.
Mereka kembali berjalan berurutan menuju Museum Kali Wangsit. Wenti berjalan perlahan paling depan diikuti secara selang-seling para mahasiswa NAFA dengan lima pelaku juru kunci.
Suara kentongan perlahan-lahan mengiring perjalanan olah gerak mereka yang kini harus menyatu dengan arah aliran air Kali Pabelan Mati, di antara bebatuan cukup besar di tengah sungai itu.
Siri Rama sempat terpeleset saat berjalan di tengah arus kecil sungai itu tetapi kemudian dibantu oleh seorang juru kunci untuk melanjutkan latihan pada babak itu.
Di penggalan alur sungai, di bawah tangga menuju Studio Mendut, dengan kubangan air setinggi sekitar setengah meter, Wenti berendam dan memainkan gerak tangan bedayanya.
Saat azan Magrib berkumandang dan suasana remang hendak masuk Taman Meditasi Metamorfosa Studio Mendut, mereka mengakhiri latihannya.
Meskipun pakaian mereka terlihat basah setelah berjalan sepanjang sekitar 30 meter sambil memainkan olah gerak tari di arus Kali Pabelan Mati itu, raut gembira menempel di wajah para mahasiswa NAFA Singapura hingga akhir latihan mereka.
"Pengalaman latihan ini menyenangkan. Terima kasih Djoko, tadi saya sempat jatuh (terpeleset, red.), tapi ditolong Djoko," kata Siri Rama saat mengakhiri latihan tersebut.
Sutanto mengatakan, Museum Kali Wangsit sebagai salah satu "terminal" untuk siapa saja yang menjalani gerakan kebudayaan.
Entah apa yang bakal menjadi inspirasi para pelaku latihan olah gerak itu. Tetapi, idenya memungkinkan mengalir seperti aliran sungai.
"Bisa bedaya, sampah plastik, entah kentongan, kain hitam, patung lingga, mungkin juga batu lahar Gunung Merapi. Asalkan dia manusia yang menghargai manusia, siapapun dan apapun imajinasinya, air kali selalu siap menuju samudera," katanya.
Sumber

Terkait Hari ini

Kabar Berita Magelang Hari Ini : Puluhan Sumur Tercemar Aroma Amis

MAGELANG- Puluhan sumur di Dusun Blangkunan, tercemar. Air berubah kotor kekuningan seperti besi berkarat serta beraroma amis. Hal ini terjadi sejak terjadi banjir lahar Kali Pabelan.

Dusun Blangkunan, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang itu dilalui alur Sungai Pabelan. ''Air itu digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan MCK (Mandi Cuci Kakus),'' kata Juwartiyani, warga Blangkunan, kemarin.
Kepala Dusun Blangkunan, Budiyarto mengemukakan, 80 persen sumur warga tercemar. Pemerintah Desa Pabelan sudah melaporkan persoalan ini kepada Pemkab Magelang.  ''Warga kemudian mendapatkan droping air bersih dari PMI,'' katanya.

Bantuan air bersih masih sangat kurang dari kebutuhan warga. Untuk itu diperlukan solusi. Misalnya menyuling air sumur tercemar, agar berubah menjadi air bersih. Hal itu hanya dilakukan beberapa warga yang mampu.
Banjir Lahar Merapi
Ia mengharapkan pemerintah memberikan pelatihan penyulingan agar air yang dikonsumi tidak membahayakan kesehatan warga.

Kepala Seksi di Bidang Sumber Daya Alam, DPU & ESDM Kabupaten Magelang, Ir Budi Sumantri menduga pencemaran terjadi berkaitan dengan banjir lahar Gunung Merapi. Karena material vulkanik itu mengandung beragam kandungan mineral. ''Salah satunya FE atau besi, jadi wajar jika bau amis seperti karatan,'' ucapnya.

Ia mengatakan, pihaknya belum mengetahui kasus pencemaran sumur tersebut. Karena itu akan segera menerjunkan tim untuk melakukan pengecekan dan uji coba laboratorium di Dinas Kesehatan untuk memastikan kualitas air.
ìSebaiknya, air sumur yang tercemar jangan dikonsumi, jika benar sudah berubah warna, aroma serta rasa,î katanya. (pr-15)

Sumber  
Terkait Hari ini
Berwisata Ikut Menjaga Candi Borobudur
Pelestarian Borobudur Berbasis Rakyat  

Kabar Berita Magelang Hari Ini : Berwisata Ikut menjaga Candi Borobudur

Suhanda
21/07/2011 05:45 | Wisata

 Liputan6.com, Magelang: Kepedulian dan kecintaan masyarakat terhadap peninggalan budaya bangsa harus terus ditanamkan. Bahkan kepada anak-anak sejak usia dini. Itulah yang juga diprogramkan lembaga pendidikan English First (EF). Sekitar 150 peserta anak-anak dari EF dari berbagai daerah melakukan aktivitas membersihkan Candi Borobudur dari debu Merapi yang meletus beberapa waktu lalu.

Selain ikut membersihkan bagian relief Candi Borobudur, anak-anak pun bersama-sama menanam pohon trembesi, nyamplung, dan bisbul di area sekitar candi peninggalan Wangsa Syailendra itu.

Tak hanya disadarkan tentang pentingnya menjaga peninggalan budaya, dan lingkungan hidup, anak-anak pun diajak untuk mengenal lingkungan sosial di sekitar Candi Borobudur. Tujuannya agar anak-anak lebih mengenal secara langsung masyarakat di sekitar candi. Mereka melihat warga bermain gamelan dan juga aktivitas pembuatan gerabah serta keterampilan tangan membuat hiasan dari bahan janur. (Vin)

sumber 
Hari ini : 
Pelestarian Borobudur Berbasis Rakyat  
Puluhan Sumur Tercemar Aroma Bau Amis 

Kabar Berita Magelang Hari Ini : Pelestarian Borobudur Berbasis Rakyat

Jodhi Yudono | Kamis, 21 Juli 2011 | 12:35 WIB 

Pekerja menyemprotkan air untuk membersihkan sisa abu vulkanik Gunung Merapi di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/4/2011). 
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pelestarian bangunan Candi Borobudur dan Prambanan harus berbasis masyarakat setempat, kata mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika di Yogyakarta, Rabu.
Seusai menjadi pembicara dalam seminar sehari "Ayo Bangkitkan Pariwisata Yogyakarta 2012", ia mengatakan, pelestarian candi sebagai bangunan pusaka harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat.
Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangkaian HUT Ke-31 PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Pasalnya, konsep dasar pelestarian benda pusaka baik berupa candi maupun bangunan lainnya harus berbasis masyarakat. Artinya, masyarakat sekitar benda atau barang yang dilestarikan itu harus memperoleh manfaat yang besar.
"Dengan demikian, masyarakat setempat akan melakukan pelestarian terhadap bangunan heritagetersebut. Mereka akan menjaga, mengawasi, dan seterusnya. Jika masyarakat  secara langsung sudah melakukan pelestarian itu, keberlanjutan dari pelestarian  relatif terjamin," katanya.
Ia mengatakan, pelestarian tidak perlu menekankan kepada institusi yang bersangkutan. Iinstitusi hanya bersifat memfasilitasi masyarakat. Semua itu yang disebut koeksistensi yaitu antara yang dilestarikan dan yang melestarikan mendapatkan manfaat.
"Dalam melestarikan bangunan pusaka, kita menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memberikan kemanfaatan.Namun demikian, dalam menggunakan pariwisata ini harus dirancang secara hati-hati, jangan berkelebihan. Misalnya, Candi Borobudur dan Prambanan itu daya dukungnya terbatas," katanya.
"Karena merasa enak memperoleh manfaat dari pariwisata, semua wisatawan  berapa pun jumlahnya yang berkunjung ke Candi Borobudur dan Prambanan diterima dan tidak dibatasi. Nanti jika wisatawan yang datang ke candi itu banyak jumlahnya ya pengelola harus membatasinya dengan mengatur kunjungan, misalnya dalam periode dan jam tertentu hanya diperbolehkan sejumlah wisatawan naik ke candi dan yang lainnya harus antre dulu," katanya.
Sementara itu, Dirut PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Purnomo mengatakan, pihak manajemen dalam upaya melestarikan bangunan candi terutama di Candi Borobudur membuat aturan bahwa pengunjung harus mengenakan kain batik dan sandal yang alasnya lunak jika ingin naik ke bangunan candi.
"Kain batik dimaksudkan untuk menghormati bangunan tersebut dan sandal yang alasnya lunak untuk menjaga agar batu candi tidak lekas aus kegesek sol sepatu atau sandal yang keras,"katanya.
Menurut dia, untuk mengenalkan kedua candi tesebut, pihaknya menggencarkan promosi baik di dalam maupun di luar negeri. Promosi di luar negeri antara lain mengikuti pameran pasar wisata di negara-negara Eropa dan Asia Pasifik.
"Kami melakukan promosi di kawasan Asia yaitu di antaranya Korea, Jepang, Malaysia,Thailand, dan Singapura. Sementara promosi di Jawa dengan mendatangi sekolah-sekolah,"katanya.
Ia mengatakan, pada saat pascaerupsi Gunung Merapi akhir 2010, justru wisatawan Nusantara khususnya wisatawan siswa sekolah berbondong-bondong mengunjungi Candi Borobudur dan Prambanan.
"Bagi kami, kedatangan mereka sangat membanggakan sebab di saat kunjungan wisatawan, sepi justru mereka yang datang. Mereka merupakan generasi muda yang menghargai budaya bangsa sendiri," katanya.