Laporan Wartawan Tribun Jogya/ M Huda
TRIBUNJATENG.COM MAGELANG – Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, berkomitmen untuk menciptakan pengusaha baru yang berasal dari kalangan santri melalui Pesantren Enterpreneur. Pesantren yang didirikan untuk mencetak pengusaha tersebut berdiri sejak Oktober 2010 lalu yang berada di Dusun Meteseh, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.
Pengasuh API Tegal Rejo, Kabupaten Magelang, KH Yusuf Khudlori (Gus Yusuf) saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu menuturkan, awalnya banyak alumni yang mengeluh tentang kehidupan ekonomi mereka setelah keluar dari pesantren. Akhirnya para alumni berkumpul memunculkan ide untuk mendirikan pesantren kewirausahaan dengan persetujuan dari para dewan pengasuh.
Saat itulah kata Gus Yusuf, disusun berbagai keperluan yang dibutuhkan, termasuk menggandeng dan berkonsultasi dengan para pengusaha.
Ia menjelaskan, saat santri API Tegalrejo masih sekitar 700 orang sekitar tahun 1950-an, sebenarnya sudah ada model pemberian pelatihan kerja melalui pertanian milik yayasan, namun seiring perkembangan zaman model tersebut sepuluh tahun terakhir mulai terbengkalai.
“Kita berharap nantinya lulusan pesantren entrepreneur tidak menambah jumlah pengangguran yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Gus Yusuf mengatakan, pihaknya hanya ingin menciptakan wirausahawan yang berasal dari kalangan santri yang nantinya diharapkan dapat mengurangi pengangguran dan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat di kampungnya masing-masing.
Ia juga mengungkapkan, dari angkatan pertama hingga kelima, memang tidak seratus persen langsung terlihat hasilnya, tapi 20 persen di antaranya menurutnya terlihat potensinya untuk sukses.
Di Pesantren Enterpreneur ini, kata gus Yusuf, setelah lulus mereka tidak langsung diberikan modal untuk membuka usaha mereka, melainkan mereka dibiarkan untuk melakukan inovasi sendiri. “Kemudian setelah usahanya tersebut mulai menampakkan jalan positif baru kita bantu dalam permodalan. Kalau setelah lulus kemudian diberi modal berarti selama pelatihan itu tidak ada gunanya,” ujarnya.
Selama ini, lanjut Gus Yusuf, memang tidak ada bantuan dari pemerintah, namun pihaknya tidak berharap. “Dan para santri belajar selama 35 hari itu juga gratis tidak dipungut biaya sedikitpun, bahkan setiap pemberian materi mereka juga mendapatkan makanan kecil dan minuman sebagai penghilang kejenuhan,” tegasnya.
Selama 35 hari itu, pertama semua barang-barang milik santri ketika masuk disita, kemudian satu minggu pertama mereka dilepas di pasar yang tujuannya untuk membuka mental mereka. Kemudian mereka akan mulai bisa berfikir bahwa apabila ada kemauan semua pasti bisa. “Man jadda wa Jadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan sukses,” ujar Gus Yusuf.
Dan untuk fasilitator atau mentor, pihak pengelola menghadirkan sejumlah EO dari Universitas Tidar Magelang, dan para pengusaha dari sekitar Jawa tengah dan DIY.
“Perlu diketahui bahwa bangsa ini kesalahannya adalah tidak mengajarkan pendidikan kewirausahaan pada rakyatnya akhirnya mereka menjadi masyarakat yang konsumtif dan tidak mandiri,” tuturnya.
Sejak dibuka pada angkatan pertama bulan Oktober 2010, saat ini sudah meluluskan angkatan ke empat yang baru saja diwisuda pada 22 Juni 2011 lalu.
Salah satu Mentor, Murlidi (61) atau dikenal dengan panggilan Mbah Mo, pengusaha bakmi asal Kelurahan Code, Kecamatan Trirenggo, Kabupaten Bantul, DIY, mengatakan pada awalnya saat memberikan materi memang agak susah karena pola pikir santri cenderung variatif. Namun setelah diberikan contoh secara langsung, mereka baru bisa memahaminya secara komprehensif.
“Pola pikir dalam materi yang kita tekankan adalah mengutamakan otak kanan. Selain itu, usaha yang tepat itu bukan berdasarkan akal namun sesuai hati,” tegasnya.
Ia menegaskan siapapun yang ingin belajar tentang wirausaha, Mbah Mo membuka lebar bagi santri-santri pesantren entrepreneur untuk berkonsultasi. Menurutnya, sekecil apapun permasalahan yang dihadapi, hendaknya segera ditanyakan jangan disembunyikan. “Kita sifatnya terbuka, bertanya tidak harus dalam forum, saat bercanda minum teh dan merokok pun juga boleh konsultasi. Bahkan saat mereka lulus pun juga masih boleh berkonsultasi,” katanya.
Ia berharap, lulusan Pesantren Enterpreneur nantinya bisa memberikan kemanfaatan bukan hanya pada diri pribadinya namun juga bagi seluruh masyarakat di lingkungannya.
Kabar
gembira, Bagi Anda atau saudara Anda yang menderita asma, sesak napas
karena rokok atau sebab lain, kini tersedia obatnya, Insya Allah sembuh,
90% pasien kami sembuh total, selebihnya bebas kertegantungan obat.
Untuk Anda yang ingin mencoba (gratis), SMS nama dan alamat serta
keluhan penyakit, kirim ke 081392593617 Kunjungi Website
Magelang Hari Ini :
> Pesantren Ad Dalhariyah, Benteng Diponegoro Bendung Belanda
> Raup Untung Manis Bisnis Kolang-Kaling
> Harga Sembako Di Pasar Secang naik
>KBI Semarang Siapkan Dana
> API Tegalrejo Cetak Pengusaha Melalui Pesantren Entrepreuneur
> Air Di Lereng Merapi Tak Layak Minum
> Pemdes Borobudur Ngotot Tarik Sumbangan Wisatawan
> Bina Masyarakt Ponpes Tidar
> Air Sumur Dua Dusun di Magelang Tak Layak Minum
> BPK Periksa Anggaran AKMIL Magelang
> PNS Magelang Pulang Lebih Awal
TRIBUNJATENG.COM MAGELANG – Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, berkomitmen untuk menciptakan pengusaha baru yang berasal dari kalangan santri melalui Pesantren Enterpreneur. Pesantren yang didirikan untuk mencetak pengusaha tersebut berdiri sejak Oktober 2010 lalu yang berada di Dusun Meteseh, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.
Pengasuh API Tegal Rejo, Kabupaten Magelang, KH Yusuf Khudlori (Gus Yusuf) saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu menuturkan, awalnya banyak alumni yang mengeluh tentang kehidupan ekonomi mereka setelah keluar dari pesantren. Akhirnya para alumni berkumpul memunculkan ide untuk mendirikan pesantren kewirausahaan dengan persetujuan dari para dewan pengasuh.
Saat itulah kata Gus Yusuf, disusun berbagai keperluan yang dibutuhkan, termasuk menggandeng dan berkonsultasi dengan para pengusaha.
Ia menjelaskan, saat santri API Tegalrejo masih sekitar 700 orang sekitar tahun 1950-an, sebenarnya sudah ada model pemberian pelatihan kerja melalui pertanian milik yayasan, namun seiring perkembangan zaman model tersebut sepuluh tahun terakhir mulai terbengkalai.
“Kita berharap nantinya lulusan pesantren entrepreneur tidak menambah jumlah pengangguran yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Gus Yusuf mengatakan, pihaknya hanya ingin menciptakan wirausahawan yang berasal dari kalangan santri yang nantinya diharapkan dapat mengurangi pengangguran dan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat di kampungnya masing-masing.
Ia juga mengungkapkan, dari angkatan pertama hingga kelima, memang tidak seratus persen langsung terlihat hasilnya, tapi 20 persen di antaranya menurutnya terlihat potensinya untuk sukses.
Di Pesantren Enterpreneur ini, kata gus Yusuf, setelah lulus mereka tidak langsung diberikan modal untuk membuka usaha mereka, melainkan mereka dibiarkan untuk melakukan inovasi sendiri. “Kemudian setelah usahanya tersebut mulai menampakkan jalan positif baru kita bantu dalam permodalan. Kalau setelah lulus kemudian diberi modal berarti selama pelatihan itu tidak ada gunanya,” ujarnya.
Selama ini, lanjut Gus Yusuf, memang tidak ada bantuan dari pemerintah, namun pihaknya tidak berharap. “Dan para santri belajar selama 35 hari itu juga gratis tidak dipungut biaya sedikitpun, bahkan setiap pemberian materi mereka juga mendapatkan makanan kecil dan minuman sebagai penghilang kejenuhan,” tegasnya.
Selama 35 hari itu, pertama semua barang-barang milik santri ketika masuk disita, kemudian satu minggu pertama mereka dilepas di pasar yang tujuannya untuk membuka mental mereka. Kemudian mereka akan mulai bisa berfikir bahwa apabila ada kemauan semua pasti bisa. “Man jadda wa Jadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan sukses,” ujar Gus Yusuf.
Dan untuk fasilitator atau mentor, pihak pengelola menghadirkan sejumlah EO dari Universitas Tidar Magelang, dan para pengusaha dari sekitar Jawa tengah dan DIY.
“Perlu diketahui bahwa bangsa ini kesalahannya adalah tidak mengajarkan pendidikan kewirausahaan pada rakyatnya akhirnya mereka menjadi masyarakat yang konsumtif dan tidak mandiri,” tuturnya.
Sejak dibuka pada angkatan pertama bulan Oktober 2010, saat ini sudah meluluskan angkatan ke empat yang baru saja diwisuda pada 22 Juni 2011 lalu.
Salah satu Mentor, Murlidi (61) atau dikenal dengan panggilan Mbah Mo, pengusaha bakmi asal Kelurahan Code, Kecamatan Trirenggo, Kabupaten Bantul, DIY, mengatakan pada awalnya saat memberikan materi memang agak susah karena pola pikir santri cenderung variatif. Namun setelah diberikan contoh secara langsung, mereka baru bisa memahaminya secara komprehensif.
“Pola pikir dalam materi yang kita tekankan adalah mengutamakan otak kanan. Selain itu, usaha yang tepat itu bukan berdasarkan akal namun sesuai hati,” tegasnya.
Ia menegaskan siapapun yang ingin belajar tentang wirausaha, Mbah Mo membuka lebar bagi santri-santri pesantren entrepreneur untuk berkonsultasi. Menurutnya, sekecil apapun permasalahan yang dihadapi, hendaknya segera ditanyakan jangan disembunyikan. “Kita sifatnya terbuka, bertanya tidak harus dalam forum, saat bercanda minum teh dan merokok pun juga boleh konsultasi. Bahkan saat mereka lulus pun juga masih boleh berkonsultasi,” katanya.
Ia berharap, lulusan Pesantren Enterpreneur nantinya bisa memberikan kemanfaatan bukan hanya pada diri pribadinya namun juga bagi seluruh masyarakat di lingkungannya.
Magelang Hari Ini :
> Pesantren Ad Dalhariyah, Benteng Diponegoro Bendung Belanda
> Raup Untung Manis Bisnis Kolang-Kaling
> Harga Sembako Di Pasar Secang naik
>KBI Semarang Siapkan Dana
> API Tegalrejo Cetak Pengusaha Melalui Pesantren Entrepreuneur
> Air Di Lereng Merapi Tak Layak Minum
> Pemdes Borobudur Ngotot Tarik Sumbangan Wisatawan
> Bina Masyarakt Ponpes Tidar
> Air Sumur Dua Dusun di Magelang Tak Layak Minum
> BPK Periksa Anggaran AKMIL Magelang
> PNS Magelang Pulang Lebih Awal