Jodhi Yudono | Kamis, 21 Juli 2011 | 12:35 WIB
Pekerja menyemprotkan air untuk membersihkan sisa abu vulkanik Gunung Merapi di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/4/2011).
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pelestarian bangunan Candi Borobudur dan Prambanan harus berbasis masyarakat setempat, kata mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika di Yogyakarta, Rabu.
Pekerja menyemprotkan air untuk membersihkan sisa abu vulkanik Gunung Merapi di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/4/2011).
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pelestarian bangunan Candi Borobudur dan Prambanan harus berbasis masyarakat setempat, kata mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika di Yogyakarta, Rabu.
Seusai menjadi pembicara dalam seminar sehari "Ayo Bangkitkan Pariwisata Yogyakarta 2012", ia mengatakan, pelestarian candi sebagai bangunan pusaka harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat.
Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangkaian HUT Ke-31 PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Pasalnya, konsep dasar pelestarian benda pusaka baik berupa candi maupun bangunan lainnya harus berbasis masyarakat. Artinya, masyarakat sekitar benda atau barang yang dilestarikan itu harus memperoleh manfaat yang besar.
"Dengan demikian, masyarakat setempat akan melakukan pelestarian terhadap bangunan heritagetersebut. Mereka akan menjaga, mengawasi, dan seterusnya. Jika masyarakat secara langsung sudah melakukan pelestarian itu, keberlanjutan dari pelestarian relatif terjamin," katanya.
Ia mengatakan, pelestarian tidak perlu menekankan kepada institusi yang bersangkutan. Iinstitusi hanya bersifat memfasilitasi masyarakat. Semua itu yang disebut koeksistensi yaitu antara yang dilestarikan dan yang melestarikan mendapatkan manfaat.
"Dalam melestarikan bangunan pusaka, kita menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memberikan kemanfaatan.Namun demikian, dalam menggunakan pariwisata ini harus dirancang secara hati-hati, jangan berkelebihan. Misalnya, Candi Borobudur dan Prambanan itu daya dukungnya terbatas," katanya.
"Karena merasa enak memperoleh manfaat dari pariwisata, semua wisatawan berapa pun jumlahnya yang berkunjung ke Candi Borobudur dan Prambanan diterima dan tidak dibatasi. Nanti jika wisatawan yang datang ke candi itu banyak jumlahnya ya pengelola harus membatasinya dengan mengatur kunjungan, misalnya dalam periode dan jam tertentu hanya diperbolehkan sejumlah wisatawan naik ke candi dan yang lainnya harus antre dulu," katanya.
Sementara itu, Dirut PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Purnomo mengatakan, pihak manajemen dalam upaya melestarikan bangunan candi terutama di Candi Borobudur membuat aturan bahwa pengunjung harus mengenakan kain batik dan sandal yang alasnya lunak jika ingin naik ke bangunan candi.
"Kain batik dimaksudkan untuk menghormati bangunan tersebut dan sandal yang alasnya lunak untuk menjaga agar batu candi tidak lekas aus kegesek sol sepatu atau sandal yang keras,"katanya.
Menurut dia, untuk mengenalkan kedua candi tesebut, pihaknya menggencarkan promosi baik di dalam maupun di luar negeri. Promosi di luar negeri antara lain mengikuti pameran pasar wisata di negara-negara Eropa dan Asia Pasifik.
"Kami melakukan promosi di kawasan Asia yaitu di antaranya Korea, Jepang, Malaysia,Thailand, dan Singapura. Sementara promosi di Jawa dengan mendatangi sekolah-sekolah,"katanya.
Ia mengatakan, pada saat pascaerupsi Gunung Merapi akhir 2010, justru wisatawan Nusantara khususnya wisatawan siswa sekolah berbondong-bondong mengunjungi Candi Borobudur dan Prambanan.
"Bagi kami, kedatangan mereka sangat membanggakan sebab di saat kunjungan wisatawan, sepi justru mereka yang datang. Mereka merupakan generasi muda yang menghargai budaya bangsa sendiri," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar