Pasar STA Sewulan Terancam Gulung Tikar
Laporan Wartawan Tribun Jogja/ M Huda
“Masalahnya jembatan yang putus itu merupakan jalan utama menuju pasar dari Sawangan, dan daerah sekitarnya di lereng Merapi. Sehingga setelah putus sayuran dari daerah tersebut tidak bisa dipasok ke pasar, katanya kemarin.
Turunnya jumlah pasokan sayuran itu juga dikarenakan munculnya pasar tiban sayuran di Tlatar dan Ketep di Sawangan. Mayoritas pemasok berpindah ke pasar tiban tersebut, sebab tidak mau memutar ke sentra sayuran melalui Muntilan karena jaraknya lebih jauh. Meskipun kondisi perdagangan di pasar tiban tersebut ada terjadi pungutan liar.
“Hanya sedikit petani dan pedagang yang mau memasok barangnya melalui Muntilan. Sebab, jarak yang lebih jauh akan membuat biaya operasional yang harus dikeluarkan meningkat,’’ ujarnya.
Komoditas yang di pasok dari daerah tersebut mencapai 31 jenis sayuran. Sedangkan saat ini pasokan hanya datang dari daerah Srumbung dan Dukun dengan jumlah komoditas hanya ada lima jenis, antaralain cesim, buncis, mentimun, dan jenis sayuran yang dapat dipanen dalam waktu singkat.
Laporan Wartawan Tribun Jogja/ M Huda
MAGELANG, TRIBUN - Kondisi sentra sayuran Sub Terminal Agribisnis (STA) Sewukan, Kabupaten Magelang terancam gulung tikar setelah jembatan Tlatar yang menghubungkan antara Kecamatan Sawangan dan Dukun putus karena terjangan banjir
lahar dingin awal
tahun 2011 lalu, hingga kini pembangunannya terkesan jalan di tempat.
Ketua Pengelola Sub Terminal Agribisnis
Sewukan, H Riswanto Sudiyono saat ditemui mengatakan,
pasokan sayuran setelah jembatan putus berkurang cukup tajam menjadi 25 ton perhari. Padahal setelah erupsi Merapi pasokan sayuran sempat
meningkat menuju kondisi normal, menjadi 80-90 ton perhari
dari normal 200 ton perhari. Peningkatan tersebut sempat berlangsung
selama satu bulan.
Bukan hanya itu,
Dyono juga menjelaskan, pendapatan mengalami penurunan hingga 84 persen. Padahal
sebelumnya perputaran uang di pasar yang dinobatkan oleh Menteri Pertanian
tahun 2007 sebagai desa terbaik se-Indonesia tersebut mencapai Rp 20 milyar
perbulan, namun kini hanya berkisar antara Rp tiga milyar.
“Masalahnya jembatan yang putus itu merupakan jalan utama menuju pasar dari Sawangan, dan daerah sekitarnya di lereng Merapi. Sehingga setelah putus sayuran dari daerah tersebut tidak bisa dipasok ke pasar, katanya kemarin.
Dan rata-rata
lanjut Dyono, para pemasok bahan perdagangan berasal dari tujuh kecamatan yang
melalui jembatan tersebut antaralain Pakis, Ngablak, Sawangan, Grabag, Dukun,
Srumbung, dan Kaliangkrik. Ia juga menambahkan, dahulu pemasukan ke pengelola
STA perhari mencpai Rp 700 ribu namun kini hanya Rp 150.000.
Turunnya jumlah pasokan sayuran itu juga dikarenakan munculnya pasar tiban sayuran di Tlatar dan Ketep di Sawangan. Mayoritas pemasok berpindah ke pasar tiban tersebut, sebab tidak mau memutar ke sentra sayuran melalui Muntilan karena jaraknya lebih jauh. Meskipun kondisi perdagangan di pasar tiban tersebut ada terjadi pungutan liar.
“Hanya sedikit petani dan pedagang yang mau memasok barangnya melalui Muntilan. Sebab, jarak yang lebih jauh akan membuat biaya operasional yang harus dikeluarkan meningkat,’’ ujarnya.
Komoditas yang di pasok dari daerah tersebut mencapai 31 jenis sayuran. Sedangkan saat ini pasokan hanya datang dari daerah Srumbung dan Dukun dengan jumlah komoditas hanya ada lima jenis, antaralain cesim, buncis, mentimun, dan jenis sayuran yang dapat dipanen dalam waktu singkat.
Dia mengungkapkan, sejak didirikan
keberadaan sentra sayuran Sub Terminal Agribisnis Sewukan
sebenarnya sangat potensial. Para pedagang baik besar maupun kecil yang kulakan
di pasar tersebut mencapai 300-500 pedagang tiap hari. Dan mereka tidak hanya
dari dalam daerah tapi juga berasal dari Yogyakarta, Semarang, Puwodadi, dan Ambarawa.
Jika pemerintah tidak tanggap terhadap
permasalahan tersebut dengan cara mempercepat pembangunan jembatan yang ada, Dyono menyebutkan pengelola sentra sayuran
Sewukan juga terancam bubar. Sebab pengelola akan
kesulitan menggaji karyawan yang berjumlah delapan orang karena pemasukan
berkurang drastis.
“Jika itu terjadi, maka pemerintah daerah akan kehilangan sektor perdagangan, yang selama ini memberikan pendapatan cukup berarti bagi perkembangan ekonomi daerah. Karena di sini merupakan pusat perdagangan agribisnis di Jateng,” tegasnya.
“Jika itu terjadi, maka pemerintah daerah akan kehilangan sektor perdagangan, yang selama ini memberikan pendapatan cukup berarti bagi perkembangan ekonomi daerah. Karena di sini merupakan pusat perdagangan agribisnis di Jateng,” tegasnya.
Kepala
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Magelang, Ir Wijayanti mengatakan, memang setelah adanya jembatan putus
pusat perdagangan dialihkan ke daerah Ketep sesuai permintaan para pedagang. Dan keberadaannya akan terus berlangsung
sampai jembatan Tlatar itu bisa difungsikan kembali untuk transportasi
perdagangan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai
Pelaksana Teknis (BPT) Dinas Binamarga Provinsi Jateng, Budi Sudirman
mengatakan saat ini pembangunan sedang berlangsung dan sudah dimulai sejak
peletakan batu pertama pada awal bulan Juni lalu. “Target penyelesaiannya nanti
pada akhir Agustus atau H-5 Lebaran Idul Fitri sudah selesai,” katanya.
Jembatan tersebut nantinya
berbentuk jembatan gantung dengan panjang 90 meter, lebar 2,8 meter, tinggi
tali gantung lima meter, dan tinggi dasar sembilan meter. “Nanti saat lebaran jembatan
itu sudah bisa dilewati dan dimanfaatkan kembali seperti sebelumnya,” kata
Budi.(had)
Editor : budi_pras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar