Banjir Lahar Dingin Merapi Kembali Terjadi |
Oleh M. Hari Atmoko
Malam tahun baru kalender Jawa, 1 Sura 1945, pada Sabtu (26/11), menjadi momentum masyarakat desa di dekat Sungai Senowo yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi, memanjatkan doa untuk melepas gundah mereka dari ancaman banjir lahar.
Beberapa kali Mbah Surip yang duduk di batuan di tengah Kali Senowo, Dusun Kajangkoso, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, membetulkan selimut bergaris-garis biru yang menghangatkan tubuhnya.
Dia duduk berdekatan dengan Supiyem, perempuan tua lainnya yang malam itu membalut lehernya dengan kain bermotif batik untuk menutup dari angin malam yang mengembus malam 1 Sura di tengah Kali Senowo itu.
Satu lilin tertambat di atas batu cukup besar di depan mereka. Di belakangnya separuh badan sungai dalam kondisi gelap gulita. Sejumlah lilin lainnya ditambatkan di beberapa batuan sisa banjir lahar dari Gunung Merapi pascaerupsi 2010.
Belasan warga lainnya duduk mengelilingi batu besar sebagai altar, tempat mereka meletakkan aneka sesaji dengan irik beralas daun pisang warna hijau berisi singkong rebus, tales, jagung, kacang, kimpul, medra, dan nggerut. Selain itu bungkusan berisi keripik tempat dan roti jajan pasar melengkapi sesaji mereka malam itu.
Di batu besar sebelahnya, diletakkan kuwali berisi air kembang mawar merah dan putih dengan alas lipatan kain warna putih. Satu per satu warga tepi Kali Senowo yang menjadi salah satu jalur banjir lahar Gunung Merapi itu mengambil air dari wadah berwarna hitam terbuat dari tanah liat itu untuk mencuci tangan dan wajah usai berdoa bersama.
Sejumlah bintang terlihat dari dasar sungai itu, sedangkan nun jauh di arah timur tak terlihat Gunung Merapi karena tertutup kabut tebal.
Suara burung hantu yang oleh warga setempat di sebut "Manuk Gemak" terdengar tanpa henti memainkan ensambel bunyi bersama binatang malam lainnya di tepi sungai itu seperti katak dan jengkerik, serta gemericik air sungai.
Sejumlah pemuka warga setempat seperti Sutar, Ismanto, Suprapto, dan Dartik duduk bersila dan timpuh di dekat sesaji mereka di atas altar batu sungai itu. Sekelompok mereka yang malam itu berjumlah sekitar 20 orang baik lelaki maupun perempuan tersebut adalah pemeluk Katolik di dekat alur Kali Senowo.
Sutar, setelah membakar hio dan meletakkannya di sekeliling altar batu itu, kemudian memimpin doa mereka untuk keselamatan dari bahaya banjir lahar Merapi bertepatan dengan perayaan Tahun Baru Jawa, Sura.
"’Langkung-langkung wonten ing wekdal punika, kawula ngalami kawontenan pacoben lahar dingin. Pramila duh Gusti, kawula sumanggakaken, menawi Panjenengan Dalem nembe makarya kanthi redi Merapi menika, kawula namung saget nisih. Menawi kawulo mboten dados kersa Dalam, kawula nyuwun pangapunten’," demikian sepenggal kalimat doa berbahasa Jawa yang diucapkan Sutar.
Kira-kira artinya "Terutama saat ini, kami menghadapi banjir lahar. Kami serahkan kepada Tuhan, kalau Engkau sedang bekerja melalui Gunung Merapi, kami hanya bisa menyingkir. Tetapi kalau Engkau tidak berkenan, kami mohon ampun".
Pada kesempatan itu, Sutar juga mengucapkan doa, pasrah, dan terima kasih kepada Tuhan atas segala berkah dan keselamatan untuk masyarakat kawasan alur Sungai Senowo selama ini.
"’Matur nuwun paring Dalem bagas saras, ing dalu punika, kawula nyuwun pitulungan supagos manggih katentreman lan karaharjan. Dalu punika kawula masrahaken lampah gesang kawula, mugi karsa Dalem kalampahana. Nyuwun kasugengan, mugi kawula saget nglampahi kawontenan alam ingkang dados karsa Dalem’," katanya.
Beberapa ratus meter dari tempat itu, sejumlah warga setempat yang penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dipimpin pemuka mereka Suyanto (70) juga berdoa terkait dengan perayaan Sura dan permohonan keselamatan dari ancaman banjir lahar.
Mereka selama beberapa waktu mengambil tempat di alur Kali Senowo yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai "Krobyokan" untuk memanjatkan doa. Mereka meletakkan sesaji dan membakar dupa di tempat itu dalam suasana gelap alur sungai setempat.
Sebagian besar warga Kajangkoso lainnya terutama yang pemeluk Islam, telah duduk bersila di bawah tenda plastik dan penerangan sejumlah lampu listrik dari genset, di ruas jalan Penggik, dekat jalan beraspal Mangunsoko-Pos Babadan di tepi Sungai Senowo.
Luar Dusun
Ruas jalan itu putus sepanjang sekitar 201 meter dengan tinggi tebing 26 meter akibat banjir lahar awal November 2011. Gerusan material yang terbawa banjir sungai itu juga mengakibatkan tanah retak sepanjang sekitar enam meter, tidak jauh dari lokasi jalan putus di bantaran Kali Senowo, sekitar 4 kilometer sebelum Pos Babadan.
"Ada juga yang dari luar dusun kami ikut tirakatan di sini. Yang di sini dari perwakilan lima dusun di Mangunsoko, terutama Kajangkoso, juga ada yang beberapa dari Desa Krinjing," kata Kepala Dusun Kajangkoso Nuryo Sukamto malam itu, menjelang mujahadah warga setempat bertepatan dengan Tahun Baru Jawa, Sura di tempat itu.
Mujahadah dipimpin pemuka Islam setempat Sastro Wardoyo diikuti sebagian besar warga Dusun Kajangkoso. Jumlah warga Kajangkoso sebanyak 346 jiwa atau 114 keluarga.
Selain merayakan malam 1 Sura, katanya, warga juga memohon keselamatan kampungnya dari bahaya banjir lahar. Saat mereka berdoa, badan gunung samar-samar terlihat dari tempat tersebut namun beberapa saat kemudian, menjelang tengah malam, gunung berapi di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu tertutup kabut tebal.
"Apalagi kondisi jalan di Penggik yang sudah putus ini akibat banjir lahar yang lalu. Ini kondisi yang mengkhawatirkan kami karena sewaktu-waktu Kali Senowo yang selama ini menjadi jalur banjir lahar bisa bersambung dengan alur Kali Sewukan yang selama ini tidak pernah menjadi jalur lahar," katanya.
Kalau sampai banjir lahar melalui Kali Sewukan, desa setempat berada pada posisi makin terancam, karena diapit dua sungai yakni Kali Senowo dan Sewukan.
Posisi Penggik, secara geografis berupa punggung bukit, di sebelah selatan berupa alur Kali Senowo yang airnya berhulu di Gunung Merapi, sedangkan utara berupa alur Kali Sewukan yang airnya berasal dari salah satu mata air di Desa Krinjing. Di tengah punggung bukit itu berupa jalan beraspal penghubung Desa Mangunsoko dengan Pos Babadan.
Terjangan banjir lahar telah membuat jarak antara dua alur sungai itu tinggal sekitar 50 meter. "Malam ini adalah kesepatan yang bagus untuk kami bersama-sama berdoa. Kami sungguh mengkhawatirkan kondisi jalan yang putus akibat banjir lahar di Sungai Senowo ini," katanya.
Sebelumnya, pada sore hari, mereka bersama pemuka warga setempat meletakkan tampah berisi sesaji di atas tebing tepi jalan putus Penggik itu. Sesaji itu berupa buah-buahan seperti kedondong, belimbing, salak, rambutan, pisang, dan mangga.
Selain itu, makanan tradisional seperti selondok, tape ketela, jagung, singkong, krasikan, dan sayuran antara lain sawi dan loncang, serta uang kertas berjumlah Rp11.000. Beberapa tatanan batu menandai sesaji itu.
"Juga dipotong ’pitik wiring kuning’ atau ayam warna kuning baik kaki dan jenggernya, lalu dipendam di sini sebagai simbol permohonan keselamatan warga," kata Sutar.
Budayawan Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang Sutanto Mendut yang menyaksikan aktivitas budaya warga Merapi bertepatan dengan malam Tahun Baru Jawa itu mengemukakan apresiasinya.
Tahun Baru Jawa untuk masyarakatnya, katanya, mendorong mereka menyemangati hidup agar semakin bermakna pada masa mendatang meskipun harus melalui berbagai tantangan.
Mereka terutama warga sekitar sungai yang menjadi jalur banjir lahar Gunung Merapi itu, melalui malam 1 Sura, seakan memilah tentang apa saja yang hendak dijalani maupun yang tidak hendak dilakukan pada tahun mendatang.
"Mereka menjalani caranya yang khas untuk bersyukur atas Merapi dan sekaligus memohon keselamatan dari bencana. Limit atas berkah dan bencana yang amat tipis mereka lakoni secara cerdas dan arif dalam situasi seperti ini," kata Sutanto yang juga pengajar program pascasarjana Institus Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.
Pada malam Tahun Baru Jawa itu, masyarakat sekitar sungai di Merapi melepaskan gundah atas ancaman banjir lahar dan sekaligus makin menautkan cinta mereka terhadap lingkungan alamnya dan tentunya memperkuat relasi dengan Sang Khalik.
Sumber : Kompas
Magelang Hari Ini : 30 Nopember 2011
-Pengelolaan Borobudur Dibahas Ulang
-"Suran tutup ngisor" ungkapan syukur petani Merapi
-Melepas Gundah di Tepi Senowo
-Takut Lahar Dingin, Warga Bongkar Rumah
-58 Rumah di Magelang Terancam Diterjang Lahar
-Empat Truk Terseret Banjir Lahar Dingin Kali Putih
Magelang Hari Ini : 30 Nopember 2011
-Pengelolaan Borobudur Dibahas Ulang
-"Suran tutup ngisor" ungkapan syukur petani Merapi
-Melepas Gundah di Tepi Senowo
-Takut Lahar Dingin, Warga Bongkar Rumah
-58 Rumah di Magelang Terancam Diterjang Lahar
-Empat Truk Terseret Banjir Lahar Dingin Kali Putih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar