DERITA PETANI TEMBAKAU DI TEMANGGUNG
JAKARTA.
Ismanto tersenyum puas. Sebab, hasil panen tembakau yang berlangsung
Agustus-Oktober lalu lebih baik ketimbang tahun lalu. Petani tembakau asal
Tlahap, Temanggung, Jawa Tengah, ini baru saja memanen 500 kilogram (kg)
tembakau dari lahan seluas 7.000 meter persegi (m2).
Setiap kilogram tembakau grade C
ini ia jual seharga Rp 100.000. "Harga ini naik dua kali lipat dari tahun
lalu," tuturnya. Walhasil, dalam musim panen tembakau yang berlangsung
Agustus lalu, Ismanto memperoleh pendapatan hingga sekitar Rp 50 juta.
Sekilas, penghasilan ini tampak
cukup besar. Tapi sebetulnya, berhubung tembakau adalah tanaman semusim,
Ismanto hanya bisa menikmati penghasilan ini sekali setahun. Penghasilan ini
pun harus ia bagi lagi kepada empat orang keluarga yang turut menggarap lahannya.
Meski tak seberapa, namun
Ismanto tetap senang. "Setidaknya tahun ini petani mendapatkan harga yang
fair dari tengkulak," ujarnya.
Memang, di tahun-tahun
sebelumnya, nasib petani di salah satu sentra tanaman tembakau ini tak begitu
bagus. Soalnya, kualitas tembakau tahun lalu lebih buruk dari tahun ini. Karena
itu, harga tembakau rendah. Namun, tahun ini, harga tembakau meningkat sekitar
25%-50% ketimbang tahun lalu.
Ismanto yang juga menjabat
sebagai Ketua Petani Tlahap menjelaskan, saat ini harga tembakau grade A atau
terendah berkisar Rp 40.000-Rp 60.000 per kg. Adapun harga tembakau grade B Rp
80.000-Rp 90.000 per kg, grade C Rp 120.000 per kg, dan grade D Rp 125.000-Rp
150.000 per kg. Kebanyakan tembakau di Tlahap masuk kategori grade A hingga D.
Harga dan kualitas tembakau
tahun ini memang lebih baik. Namun, tidak jarang keuntungan yang mestinya
dinikmati petani digunting oleh para grader, alias pembeli sekaligus penilai
kualitas tembakau. "Harga beli yang diberikan grader di awal dan pada saat
dibayar sering tidak sesuai. Misalnya di awal tembakau dihargai Rp 80.000 per
kg, namun pada saat pembayaran cuma dihargai Rp 65.000-Rp 70.000 per kg,"
tutur Ismanto.
Ironisnya, petani pasrah dan tak
bisa berbuat apa-apa. Pasalnya, sebagian dari mereka juga terjerat utang kepada
para grader yang sekaligus tengkulak itu.
Salah satu petani yang mengalami
ketidakadilan perdagangan tembakau ialah Maryanto. Ia mengaku, para grader
sering memotong harga beli tembakau 30%-50% dari harga yang telah disepakati
sebelumnya. Lalu, "Dari satu kuintal tembakau yang dibawah ke tengkulak,
mereka mengambil sampel 20 kg. Jumlah ini besar sekali bagi kami," tutur
Maryanto.
Tidak jarang, menurut Maryanto,
timbangan para tengkulak dengan timbangan milik petani juga bisa selisih 4 kg
sampai 7 kg. Jadi, umpama petani membawa 50 kg tembakau, bila ditimbang di
tengkulak jumlah ini bisa menyusut menjadi 46 kg atau malahan hanya 43 kg.
Tidak jarang tengkulak juga
menjerat petani dengan bunga pinjaman yang tinggi. Misalnya yang dialami Sabar
Wijayanto, juga petani tembakau. Di musim panen tahun ini, ia menggelontorkan
modal Rp 10 juta yang ia pinjam dari tengkulak. "Utang ditambah bunga
mencapai Rp 12,5 juta," ujarnya.
Meski dipatok bunga 25%, Sabar
tetap rajin meminjam modal dari tengkulak karena hingga kini bank masih sukar
mengucurkan pinjaman kepada mereka.
Tidak sejahtera
Menurut Ismanto, ketimpangan
perdagangan tembakau di Temanggung sebetulnya sudah terjadi sejak lama.
"Sudah 15 tahun petani tidak dibayar tunai dan harganya tidak sesuai
kesepakatan, kalau ini dibiarkan terus, lama-lama petani tidak mau menanam tembakau,"
tuturnya.
Padahal, total penduduk yang
bermatapencaharian di seputar tembakau di Temanggung mencapai 500.000 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 300.000 orang merupakan petani tembakau.
Tahun ini, para petani di
Temanggung memanen 9.800 ton tembakau, naik 63,3% dari tahun lalu yang sekitar
6.000 ton. Panen ini berasal dari lahan tembakau seluas 14.400 hektare (ha),
atau menyusut 26,53% dari luas lahan 2005 yang mencapai 19.600 ha.
Omzet hasil panen tembakau di
Temanggung tahun ini diperkirakan mencapai Rp 10 triliun, naik dua kali lipat
dari tahun lalu. "Meski petani lebih banyak, namun mereka hanya mencicipi
40% dari pendapatan ini," tutur Ismanto.
Itu sebabnya, kesejahteraan
petani di masih di bawah standar. Majelis Pembina Kesehatan Umum Muhammadiyah
pernah meneliti, penghasilan rata-rata petani tembakau di Temanggung hanya
sekitar Rp 400.000 per bulan, atau setengah dari penghasilan rata-rata
nasional.
Terkait hal ini, Agus Hasanudin,
Direktur Tanaman Semusim Kementerian Pertanian menilai, harga tembakau di
Temanggung memang berbeda-beda sesuai dengan kualitasnya. Agar keuntungan
petani lebih maksimal, Agus menyarankan petani memanfaatkan kelompok tani atau
koperasi.
"Mereka meminjam duit dan
menjual tembakau dengan sistem ijon, kami tidak bisa apa-apa karena sudah ada
perjanjian. Jika mereka protes kepada kami, itu tidak fair," kata Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar