---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TEMANGGUNG - Pihak RSUD Djojonegoro Temanggung dinilai mempersulit penyelesaian administrasi seorang pasien warga miskin asal Desa Pare, Kecamatan Kranggan, Ramlan (50 tahun) yang akan keluar dari rumah sakit tersebut setelah selesai menjalani perawatan inap selama seminggu di sana.
Ramlan yang belum bisa membayar biaya perawatannya itu, semula tidak diizinkan meninggalkan RSUD, kendati Kades Pare
Supangat telah memberikan jaminan untuk melunasi biaya perawatannya.
Lantaran tidak mampu tersebut, Kades Supangat berinisiatif merundingkan dengan manajemen RSUD, yakni agar warganya itu tetap bisa pulang, dengan jaminan, yang melunasi biaya pengobatan dirinya, selaku pemimpin di desanya. Namun pihak rumah sakit menolak usulan tersebut, dan meminta agar yang dijadikan jaminan surat tanda nomor kendaraan (STNK) kendaraannya.
"Kades hanya minta waktu sebulan untuk melunasi biaya pengobatan tersebut, namun pihak RSUD minta jaminan STNK. Sedangkan ketika diberi jaminan STNK sepeda motor dinas, mereka (manajemen RSUD) tidak mau," ujarnya.
Diungkapkannya, permintaan jaminan STNK tersebut dinilai janggal, karena surat itu merupakan tanda keabsahan sepeda motor sehingga bisa beroperasional dengan tidak melanggar lalu lintas. Karena itu, jika dijadikan jaminan tentu saja, operasionalnya melanggar lalu lintas.
"Hal tersebut juga menandakan, RSUD lebih menghargai selembar STNK, dari pada mempercayai komitmen kepala desa, yang notabene merupakan perangkat pemerintah. Sikap ini tentunya sangat disayangkan, terlebih menyangkut warga miskin," tandasnya.
Menurutnya, setelah diwarnai perdebatan panjang, antara dirinya dengan wakil manajemen RSUD, dr Ike Ciptaningsih, Ramlan baru diizinkan pulang, dengan pelunasan biaya pengobatannya dijamin Kades Pare. Sayangnya, beberapa jam sampai di rumahnya, Ramlan meninggal dunia.
"Beberapa jam setelah pulang naik angkot, sekitar jam 16.00, Pak Ramlan meninggal dunia," kata Kades Supangat.
Direktur RSUD dr Artiyono ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya tidak pernah mempersulit, namun jaminan berupa KTP atau hanya komitmen memang kurang logis. Terlebih, selama ini, sejumlah pasien RSUD yang menjanjikan akan melunasi biaya pengobatan yang diutangnya akhirnya tidak membayar.
Ketua LSM Pandji Kebangsaan, Yuniarto, hari ini mengatakan, Ramlan yang menderita penyakit ginjal itu, kendati miskin namun tidak tergolong warga yang mendapatkan jamkesmas, sehingga biaya pengobatannya tidak gratis. Dia hanya masuk dalam warga yang mendapatkan jaminan kesehatan Temanggung (JKT), yakni biaya berobatnya dibantu 50% dari sumber APBD (Pemkab).
"Dia warga sangat miskin, untuk makan sehari-hari saja sulit, karena itu, kendati hanya membayar 50%, tetap saja tidak mampu," ujar dia, seraya menambahkan, total biaya pengobatan selama di RSUD, kurang lebih Rp 3,3 juta.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar