---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MAGELANG - Harga kios atau ruko sebagai pengganti Pasar Rejowinangun tampaknya perlu dikaji ulang. Pemilik kios yang berada di dua lokasi berbeda menunjukkan tanda kurang sepakat dengan harga yang ditawarkan investor pembangunan pasar yakni PT Wahid Putra Pratama dan PT Kuntjup (JO) Salatiga.
Mereka menganggap harga itu terlalu mahal. Mereka menjamin bersedia membayar harga kios jika hanya dihitung berdasar nilai bangunan.
Ada dua lokasi kios yang disediakan. Yakni, kios yang menghadap Jalan Mataram dan kios di belakang PJKA. Harga ruko di Jl Mataram sekitar Rp 650 juta dan kios di PJKA antara Rp 150 juta. Penolakan pedagang pemilik kios di belakang Ruko PJKA itu terungkap saat mereka bertemu invsstor dalam sebuah acara yang difasilitasi Pemkkot Magelang di Aula Bappeda Pemkot Magelang Sabtu (18/2) sore. "Yang ditawarkan dari investor masih seperti sosialisasi saat pertama di Aula Bappeda Jumat (3/2) lalu. Belum ada perubahan ke arah pengurangan harga. Masih itu-itu saja. Saya dan pedagang lainnya masih keberatan,” kata Dharlin, salah seorang pemilik kios di PJKA, kemarin (19/2).
Menurut pria yang akrab disapa Bang Enek tersebut, sudah ada pembicaraan antarpedagang kios PJKA. Mereka meminta tambahan potongan harga. Potongannya tidak sekadar 20 persen.
Saat ini, ujar dia, investor menyodorkan dua harga awal. Yakni, Rp 235 juta untuk kios yang berada di depan ukuran 3 x 5 meter dan Rp 150 juta untuk los ukuran 3 x 4 meter yang terletak di belakang.
Harga tersebut belum diperhitungkan posisi strategis dan lainya. ”Kemudian dari harga dasar yang belum memperhitungkan letak dan strategis kios, investor hanya berani memberikan diskon 20 persen untuk pedagang lama. Dalihnya sebagai kepedulian kepada koran kebakaran,” tuturnya.
Dari potongan 20 persen itu, harga kios PJKA berkisar Rp 188 juta untuk ukuran 3 x 5 meter dan Rp 120 juta dengan ukuran 3 x 4 meter. Para pedagang meminta tambahan potongan 50 persen lagi.
Dengan potongan itu, papar Dharlin, harga kios antara Rp 60 juta hingga Rp 90 juta. Jika dihitung per meter persegi, harga bangunan kios antara Rp 5 juta sampai Rp 6 juta.
”Tidak seperti sekarang yang jatuhnya di atas Rp 10 jutaan per meter. Ini sangat dan teramat mahal untuk sebuah kios di pasar yang bangunannya ya paling seperti itu,” paparnya.
Ditegaskan Bang Enek, permintaan pedagang ada tambahan diskon 50 persen lagi bukan berarti mereka siap membayar dengan kontan. Hal tersebut dilakukan semata untuk menunjukkan ke masyarakat dan Pemkot Magelang bahwa mereka tetap punya niat kuat membayar kios meski sudah hampir empat tahun dagangan sepi di Pasar Penampungan. ”Kami juga ingin tunjukkan bahwa kami tidak sekadar minta gratisan kios,” ujarnya.
Sebelumnya, ketidaksepakatan harga juga terjadi saat pertemuan investor dengan pedagang kios di Jalan Mataram Kamis (16/2) malam. Sekitar 19 pedagang yang datang ke Bond Cafe, tempat pertemuan, belum bisa mengiyakan harga yang ditawarkan investor.
Harga kios yang berbentuk ruko di Jalan Mataram dengan ukuran 3 x 8 meter dihargai Rp 810 juta. Khusus pedagang lama diberi diskon 20 persen sehingga harganya menjadi Rp 650 juta.
”Saya yang saat itu mewakili tujuh pedagang di Jalan Mataram menyatakan tidak setuju dengan harga yang ditawarkan investor,” papar Ketua Perwakilan Pedagang Pasar Rejowinangun (P3R) Nasirudin Had.
Menurut dia, persoalan tidak hanya terletak pada harga yang mahal. Lebih dari itu, penentuan harga oleh investor yang tentunya sudah diketahui tim koordinasi kerja sama daerah dan wali kota Magelang itu dinilai mengabaikan salah satu hak pedagang. ”Ini jelas akan kami lawan,” tegas dia.
Dijelaskan Nasirudin, pascakebakaran hampir empat tahun lalu pedagang Pasar Rejowinangun mempunyai dua hak. Yakni, hak bangunan dan hak menempati.
Kedua hak tersebut masih melekat pada pedagang korban kebakaran. Kedua hak itu belum dicabut Pemkot Magelang hingga saat ini.
”Adanya kebakaran tahun 2008 tentunya hanya satu hak saja yang membuat kami harus kehilangan. Yakni, hak bangunan, karena kios maupun losnya terbakar.
Ketika sekarang ada investor membangun pasar maka pedagang hanya bersedia membayar harga berdasarkan nilai bangunan saja. ”Kami tidak mau dibebani hal lain. Selain bangunan ditambah pajak, PPHTB, pengubahan status HGB di atas HPL dan sertifikat. Lainnya tidak mau. Kalau itu dipaksakan, kita akan lawan,” tandas Nasirudin.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
-Jamin Bersedia Bayar Pedagang Tolak Harga Penawaran Investor
-Model Klasik Perlu Direvolusi
-Didemo, Manajemen Janji Datangkan Pemain Anyar
-Mobil Berbahan Bakar LPG
-Muslimat NU Kampanyekan Program KB
-Seminar ’Untukmu Guruku’ di Magelang
-Pasar Otomotif di Pedesaan Lebih Menjanjikan
-Pelatih PPSM Sebut Timnya Lemah Dalam Bertahan
-Lomba Mancing HUT Gerindra
-Harga Kentang Terus Turun, Petani Ngaku tidak Rugi
-Model Klasik Perlu Direvolusi
-Didemo, Manajemen Janji Datangkan Pemain Anyar
-Mobil Berbahan Bakar LPG
-Muslimat NU Kampanyekan Program KB
-Seminar ’Untukmu Guruku’ di Magelang
-Pasar Otomotif di Pedesaan Lebih Menjanjikan
-Pelatih PPSM Sebut Timnya Lemah Dalam Bertahan
-Lomba Mancing HUT Gerindra
-Harga Kentang Terus Turun, Petani Ngaku tidak Rugi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar