Regina Rukmorini | Benny N Joewono | Minggu, 17 Juli 2011 | 20:28 WIB
Warga mengungsi di shelter box pengungsian banjir lahar dingin di Lapangan Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (5/1/2011). Pascabanjir lahar dingin yang melanda Desa Jumoyo shelter box di lapangan tersebut dipenuhi oleh 985 pengungsi. Sebagian besar dari mereka tidak sempat menyelamatkan harta benda.
Magelang Kompas.ComEmpat bulan setelah banjir lahar lahar dingin berlalu, sebagian warga dusun karang asem, Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang yang kehilangan rumahnya, hingga saat ini belum memiliki tempat tinggal baru.
Untuk sementara, mereka pun terpaksa bertempat tinggal menumpang di dapur tetangga, rumah kerabat, atau bahkan menumpang tidur di pos siskamling dusun.
Yuliyah (50), salah seorang warga Dusun Karangasem, mengatakan, rumahnya hanyut akibat diterjang banjir lahar dingin di Kali Putih, sekitar empat bulan silam. Setelah itu, dia pun terpaksa tinggal menempati shelter box. Dia pun berubah cemas, ketika akhirnya tenda shelter box dibongkar dengan alasan akan digunakan di lain tempat oleh pihak penyumbang.
"Untung saja, di tengah kebingungan itu, saya ditawari oleh warga lain untuk menghuni rumahnya, ujarnya," Minggu (17/7/2011).
Karena rumah tersebut lama tidak diti nggali, dan sebagian bangunan rusak, akhirnya Yuliah dan suaminya Samijo, terpaksa menghuni ruangan dapur yang berukuran 4x4 meter persegi.
Di ruangan itulah, selama dua minggu terakhir, dia dan suami tidur serta sekaligus melakukan aktivitasnya sehari-har i sebagai pembuat dan pedagang tape.
Towiyat (37), warga lainnya yang juga kehilangan rumah karena banjir lahar dingin, mengatakan, sekitar dua minggu terakhir, setelah shelter box dibongkar, dirinya terpaksa tinggal di pos siskamling.
Dua anaknya terpaksa diungsikan tinggal di rumah adiknya, Dulroji, dan istrinya yang sakit keras tinggal bersama ibunya di hunian sementara (huntara) yang baru saja selesai dibangun oleh donatur. Towiyat saat ini juga tengah menunggu huntara untuknya sele sai dibangun.
Aswoto (45), warga lainnya, terpaksa membangun rumah baru setelah rumah tinggalnya semula diterjang banjir lahar dingin. Dana pembangunan rumah sebesar Rp 3 juta diperoleh dia setelah menjual dua ekor sapi miliknya. Lokasi pembangunan rumah ad alah di ladang jagung milik Aswoto sendiri.
Aswoto mengatakan, upaya membangun rumah sendiri terpaksa dilakukannya sendiri karena baik dari pemerintah desa maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang, sama sekali tidak terlihat upaya untuk membantu.
"Daripada menunggu-nunggu tanpa kejelasan, maka lebih baik kami berusaha secara mandiri, entah mencari donatur sendiri atau merogoh kocek pribadi," ujarnya.
Kusnan, kepala Dusun Ngemplak, Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid, mengatakan, tujuh kepala keluarga (KK) yang kehilangan rumahnya akibat diterjang banjir lahar dingin di Kali Pabelan, kini juga telah mendapat rumah baru yang dibangun atas kerjasama lembaga pendonor dan pemerintah Desa Ngrajek. Bantuan dari lembaga pendonor itu diperoleh dari upaya pemerintah Desa Ngrajek.
Upaya mencari bantuan dari donatur, menurut dia, adalah jalan terbaik daripada menunggu tindakan dari Pemkab Magelang.
Untuk meminta bantuan dari Pemkab bisanya melalui prosedur yang rumit, lama, dan berbelit-belit. "Oleh karena itu, kami bersama pemerintah desa memutuskan mencari bantuan dari donatur saja," ujarnya.
Asisten Admninistrasi Umum Pemkab Magelang Endra E Wacana mengatakan, tahun ini, 306 huntara ditargetkan selesai dibangun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Walaupun belum mengetahui kapan pembangunan tersebut selesai, pihaknya berharap huntara tersebut bisa selesai sebelum Lebaran tahun ini.
"Jika huntara sudah selesai, maka kami bisa beralih membahas tentang hunian permanen," ujarnya
Sumber : Kompas
Berita Terkait Hari ini :
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar