Laporan Wartawan Tribun Jogya/ M Huda
TRIBUNJATENG .COM MAGELANG, - Banjir lahar dingin yang menghancurkan bendungan dan saluran irigasi di lahan pertanian yang ada di Kabupaten Magelang, tidak membuat para warga Dusun Sabrangkali, Desa Blongkeng, Kecamatan Ngluwar putus asa. Mereka bergotongroyong membangun kembali bendungan dengan batu dan saluran irigasi baru. Hal ini dilakukan agar air bisa mengaliri sawah dan ladang mereka.
Akibat bencana banjir lahar dingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Magelang mencatat dari lahan persawahan dan ladang seluas 79.438 hektare, seluas 319 hektare di antaranya telah hilang dan sebagian rusak.
Kepala Dusun Hartono (45) mengatakan, bendungan Sabrangkali sudah tidak berfungsi sejak banjir pertama seusai erupsi Merapi pada 4 November 2010. Awalnya bendungan hanya tertimbun batu dan pasir. Kemudian karena derasnya arus, dasar sungai terus tergerus sehingga bendungan rusak. Saluran irigasi juga putus di dua titik.
"Titik pertama putus sejauh 60 meter dan titik kedua 80 meter. Kami tak bisa memasang pipa paralon karena rentan diterjang lahar. Sejak itu bendungan kami tak berfungsi sehingga warga kesulitan air. Banyak petani tak bisa bercocok tanam. Jika nekad menanam ya tidak bisa tumbuh," katanya.
Menurut Hartono kerja bakti dimulai pada bulan Juni lalu dengan membangun bendungan batu. Warga sebenarnya sudah mengajukan permintaan bantuan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) namun tidak pernah mendapat tanggapan. Karena ingin kembali bertani, warga pun bergotong royong membangun bendungan batu.
Setelah selesai, warga kemudian membersihkan saluran air yang tertutup material. "Masalah terbesar kami adalah bagaimana mengalirkan air melewati Kali Putih karea saluran terputus. Banyak juga sawah warga kami yang hilang dan kini berubah menjadi alur sungai," ujarnya.
Kemudian warga bersepakat membangun saluran air dari bahan bambu. Semangat warga ini ternyata mendapat apresiasi dari lembaga sosial kemanusiaan International Relief & Development (IRD). IRD membantu warga berupa pipa paralon ukuran delapan dim, semen dan kawat seling sepanjang 140 meter.
Meski hanya dibantu barang, namun warga merasa sudah sangat berterima kasih. "Kami mengumpulkan iuran dari warga untuk membeli besi, kawat, dan berbagai kebutuhan lainnya. Warga juga kami gilir seminggu tiga kali untuk bekerja bakti," kata Hartono.
Ia mengatakan, untuk membangun saluran irigasi tersebut, sudah tidak terhitung biaya yang dikeluarkan oleh warga. “Kalau dihitung, mungkin bisa mencapai ratusan juta. Warga bekerja setiap hari secara bergiliran,” kata Sumardi (43), salah satu panitia pembangunan.
Saluran tersebut nantinya diperkirakan mampu mengaliri lahan seluas sekitar 80 hektar lahan pertanian di delapan dusun di dua desa. Antaralain Dusun Sabrangkali, Blonkeng 1, Blongkeng 2, Tegal Wungu, Karangasem, dan Basiran, Desa Blongkeng, kemudian Dusun Gatak Titang, Tingkiran dan Ganjuran di Desa Plosogede.
Kuslan (56), tokoh masyarakat setempat menambahkan, saat ini para petani sudah tiodak bisa lagi menanam padi. Petani hanya bisa mengandalkan hasil panen dari tanaman jagung, cabai, dan palawija. “Karena sudah tidak isa menanam lagi, airnya tidak ada,” katanya.
Untuk sementara, imbuhnya, para petani mengairi sawahnya menggunakan mesin diesel penyedot air dengan biaya sewa perjam Rp 25.000. Sedangkan untuk lahan seluas seribu hektare membutuhkan waktu selama delapan jam. Padahal selama masa tanam, biasanya petani membutuhkan empat hingga lima kali.
Magelang Hari Ini : 28 September 2011
-Debit Lima Mata Air Menyusut
-Saluran Irigasi Dibuat Melintang di Kali Putih
-Ratusan Pelajar Menulis Puisi Perdamaian
-Santri Indigo Telkom-Republika Digelar di Ponpes Pabelan
-Prihatin Bom Solo, Siswa SMP Kenakan Pita Hitam
-Polisi Tangkap Penjual Miras Oplosan
-Bom Solo Hambat Promosi Pariwisata
-Gunung Merbabu Terbakar 300 Hektar, Jalur Pendakian Ditutup
TRIBUNJATENG .COM MAGELANG, - Banjir lahar dingin yang menghancurkan bendungan dan saluran irigasi di lahan pertanian yang ada di Kabupaten Magelang, tidak membuat para warga Dusun Sabrangkali, Desa Blongkeng, Kecamatan Ngluwar putus asa. Mereka bergotongroyong membangun kembali bendungan dengan batu dan saluran irigasi baru. Hal ini dilakukan agar air bisa mengaliri sawah dan ladang mereka.
Akibat bencana banjir lahar dingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Magelang mencatat dari lahan persawahan dan ladang seluas 79.438 hektare, seluas 319 hektare di antaranya telah hilang dan sebagian rusak.
Kepala Dusun Hartono (45) mengatakan, bendungan Sabrangkali sudah tidak berfungsi sejak banjir pertama seusai erupsi Merapi pada 4 November 2010. Awalnya bendungan hanya tertimbun batu dan pasir. Kemudian karena derasnya arus, dasar sungai terus tergerus sehingga bendungan rusak. Saluran irigasi juga putus di dua titik.
"Titik pertama putus sejauh 60 meter dan titik kedua 80 meter. Kami tak bisa memasang pipa paralon karena rentan diterjang lahar. Sejak itu bendungan kami tak berfungsi sehingga warga kesulitan air. Banyak petani tak bisa bercocok tanam. Jika nekad menanam ya tidak bisa tumbuh," katanya.
Menurut Hartono kerja bakti dimulai pada bulan Juni lalu dengan membangun bendungan batu. Warga sebenarnya sudah mengajukan permintaan bantuan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) namun tidak pernah mendapat tanggapan. Karena ingin kembali bertani, warga pun bergotong royong membangun bendungan batu.
Setelah selesai, warga kemudian membersihkan saluran air yang tertutup material. "Masalah terbesar kami adalah bagaimana mengalirkan air melewati Kali Putih karea saluran terputus. Banyak juga sawah warga kami yang hilang dan kini berubah menjadi alur sungai," ujarnya.
Kemudian warga bersepakat membangun saluran air dari bahan bambu. Semangat warga ini ternyata mendapat apresiasi dari lembaga sosial kemanusiaan International Relief & Development (IRD). IRD membantu warga berupa pipa paralon ukuran delapan dim, semen dan kawat seling sepanjang 140 meter.
Meski hanya dibantu barang, namun warga merasa sudah sangat berterima kasih. "Kami mengumpulkan iuran dari warga untuk membeli besi, kawat, dan berbagai kebutuhan lainnya. Warga juga kami gilir seminggu tiga kali untuk bekerja bakti," kata Hartono.
Ia mengatakan, untuk membangun saluran irigasi tersebut, sudah tidak terhitung biaya yang dikeluarkan oleh warga. “Kalau dihitung, mungkin bisa mencapai ratusan juta. Warga bekerja setiap hari secara bergiliran,” kata Sumardi (43), salah satu panitia pembangunan.
Saluran tersebut nantinya diperkirakan mampu mengaliri lahan seluas sekitar 80 hektar lahan pertanian di delapan dusun di dua desa. Antaralain Dusun Sabrangkali, Blonkeng 1, Blongkeng 2, Tegal Wungu, Karangasem, dan Basiran, Desa Blongkeng, kemudian Dusun Gatak Titang, Tingkiran dan Ganjuran di Desa Plosogede.
Kuslan (56), tokoh masyarakat setempat menambahkan, saat ini para petani sudah tiodak bisa lagi menanam padi. Petani hanya bisa mengandalkan hasil panen dari tanaman jagung, cabai, dan palawija. “Karena sudah tidak isa menanam lagi, airnya tidak ada,” katanya.
Untuk sementara, imbuhnya, para petani mengairi sawahnya menggunakan mesin diesel penyedot air dengan biaya sewa perjam Rp 25.000. Sedangkan untuk lahan seluas seribu hektare membutuhkan waktu selama delapan jam. Padahal selama masa tanam, biasanya petani membutuhkan empat hingga lima kali.
Magelang Hari Ini : 28 September 2011
-Debit Lima Mata Air Menyusut
-Saluran Irigasi Dibuat Melintang di Kali Putih
-Ratusan Pelajar Menulis Puisi Perdamaian
-Santri Indigo Telkom-Republika Digelar di Ponpes Pabelan
-Prihatin Bom Solo, Siswa SMP Kenakan Pita Hitam
-Polisi Tangkap Penjual Miras Oplosan
-Bom Solo Hambat Promosi Pariwisata
-Gunung Merbabu Terbakar 300 Hektar, Jalur Pendakian Ditutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar