TRIBUNJOGJA.COM/M NUR HUDA
Padang ilalang di kawasan Gegerboyo Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) setinggi sekitar empat hingga lima meter. Pepohonan besar yang sebelumnya tumbuh tinggi menjulang, kini mati akibat erupsi Merapi 2010 lalu.
|
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Kali Lamat merupakan sungai yang berhulu di puncak gunung Merapi. Saat terjadi hujan deras, sungai tersebut memiliki peran besar terkait jumlah material yang dimungkinkan ikut terbawa banjir lahar dingin.
Dari hulu, Kali Lamat menyatu dengan Kali Blongkeng di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan. Kondisi alurnya kini mengecil dan hanya menyisakan alur sekitar lima hingga 10 meter saja. Ini berbeda dengan Kali Pabelan, Senowo, Putih, Bebeng, Krasak, dan bahkan Kali Blongkeng yang memiliki lebar alur antara 50-300 meter.
Penelusuran awal bersama relawan pemantau lahar Linang Sayang Communication (LSC), Tribun menyaksikan dari dekat pengkooptasian bantaran sungai ini terjadi mulai sekitar perumahan Pringasri, Gunungpring sampai sekitar Desa Ketunggeng, Kecamatan Muntilan.
Saat sampai di kawasan yang masyarakat menyebutnya dengan istilah gegerboyo, terlihat tumpukan material pasir dan batu yang luar biasa besar. Buki itu dinamakan gegerboyo karena bentuknya memanjang dan bergelombang seperti punggung buaya.
Gegerboyo ini memanjang dari sekitar Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun hingga hulu Kali Lamat. Dari gegerboyo ini kawasan Kandang Macan dan sabodam Jurangjero terlihat dengan jelas.
Kawasan gegerboyo ini dibatasi hutan padang ilalang yang sulit ditembus. Jangan bayangkan ilalang di lereng Merapi sama dengan ilalang pada umumnya. Ketinggian ilalang ini bisa mencapai empat hingga lima meter karena tanahnya yang subur dan jarang dijamah.
Untuk mencapai lokasi ini, medan yang ditempuh sangatlah berat karena harus menyusuri bukit terjal dan labil. Dari Dusun Gemer yang merupakan dusun teratas di Merapi, harus melewati jalan berbatu yang terus menanjak hingga hutan pinus Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
Setelah itu, sekitar dua kilometer ditemukan jalan tanah berpasir yang sangat menguras tenaga. Melewati jalan ini harus ekstra hati-hati karena timbunan abu vulkanik masih sangat tebal sehingga mengganggu pandangan dan rawan longsor.
Para relawan berulangkali terjatuh akibat jarak pandang terbatas, sementara kondisi jalan berlubang-lubang bekas gerusan air. Di bawah bukit gegerboyo,terbentuk cekungan yang amat besar berisi material erupsi Merapi.
"Kami terbiasa dengan medan berat, namun hulu Kali Lamat ternyata sangat sulit dilalui," kata Yoga Gendut, salah seorang relawan.
Koordinator LSC, Muhammad Ali mengungkapkan, penelusuran atau ekspedisi ke hulu Kali Lamat ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi material yang ada. Hal ini dinilai berguna untuk persiapan para relawan pemantau lahar dalam menghadapi musim hujan mendatang.
Camat Dukun, Ali Setyadi mengatakan bahwa Kali Lamat harus diwaspadai karena potensi material yang besar sementara alur sungai mengalami pengecilan. "Sungai ini perlu diwaspadai, potensi ancamannya besar," katanya.
Ahli geologi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Dewi Sri Sayudi mengungkapkan material yang menumpuk di hulu Kali Lamat mencapai 1,4 juta meter kubik. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi relawan pemantau banjir lahar dingin di rumah Kepala Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Sungkono beberapa waktu lalu. (*)
Magelang Hari Ini : 24 Oktober 2011
-Ada 1,4 Juta Kubik Material Vulkanik di Hulu Kali Lamat
-20 HARI DITAHAN TIDAK DIBERITAHUI KELUARGA
-Pengusaha Warnet Tolak Pembatasan Jam Operasional
-Siswa SMK Galang Dukungan untuk Pulau Komodo
-Sepakat Perjelas Batas Wilayah
-Tahun Ini Magelang Akan Bangun Gedung Kesenian
-Pengelola Candi Borobudur Mengaku Ketat Awasi Sampah Wisatawan
-Diarak 75 Atlet, Api SEA Games Singgahi Candi Borobudur
-Api SEA Games Tiba di Magelang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar