- Oleh Henry Sofyan
CUACA hujan terus-menerus selama dua tahun berturut-turut (2009 dan 2010) membuat produksi kopi di Kabupaten Temanggung menurun signifikan pada masa panen 2010 dan 2011.
Kendati demikian, dibanding daerah-daerah lain, yang juga mengalami hal sama dalam perkopian, jumlah produksi kopi di Kabupaten Temanggung tetap lebih baik, sehingga predikatnya sebagai penyangga komoditas tersebut di Jateng masih bertahan.
Pertumbuhan tanaman kopi memang kurang bagus dalam kondisi cuaca ekstrem. Ketika cuaca hujan terus-menerus pada masa pertumbuhan, seperti pada 2009 dan 2010, menjadikan banyak bunga kopi rontok, sehingga buah yang diproduksi pun tidak maksimal. Sebaliknya, ketika cuaca kemarau berkepanjangan, maka pertumbuhan bunga kopi terhambat, bahkan bisa jadi tidak tumbuh sekali, sehingga buahnya pun tidak muncul.
‘’Namun untungnya, ketika hujan terus-menerus lalu, tidak semua bunga tanaman kopi di Kabupaten Temanggung rontok. Masih ada sebagian yang bertahan dan terus tumbuh menjadi buah, sehingga dapat dipanen para petani,’’kata Kasi Usaha Perkebunan dan Agribisnis Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Temanggung, Gunarto.
Produksi kopi Temanggung yang menyumbang 40% kebutuhan kopi di Jateng itu, pada dua tahun terakhir menurun. Pada 2011, untuk kopi jenis robusta, dari luasan lahan 9.262 ha, produksinya sejumlah 2.544 ton. Jumlah tersebut menurun hampir separuhnya dibanding 2010, dengan luasan lahan 8.919 ha, hasil produksinya mencapai 4.807 ton. Produksi tahun 2010 itu pun, tercatat menurun dibanding tahun 2009.
Demikian pula, untuk kopi jenis arabika. Pada 2011, dari luasan lahan 1.287 ha, hanya menghasilkan 254 ton. Atau, menurun dibanding tahun lalu, yang produksinya 626 ton dari lahan 1.160 ha. Pada 2009, produksi kopi arabika lebih sedikit, yakni 373 ton, karena saat itu lahannya lebih sempit (1.073 ha) dan tanaman muda yang belum dapat menghasilkan masih banyak.
20 Kecamatan
Di Temanggung, tanaman kopi jenis robusta, terdapat di 20 kecamatan, atau seluruh kecamatan di kabupaten itu. Dengan lahan terluas di Kecamatan Gemawang (2.010 ha) dan tersempit di Kecamatan Parakan (3 ha). Untuk kopi arabika, dari 20 kecamatan, hanya 12 kecamatan yang ada tanamannya. Yakni, Kecamatan Parakan (41 ha), Bulu (170 ha), Tembarak (20 ha), Kaloran (9 ha), Ngadirejo (72 ha), Candiroto (35 ha), Tretep (194 ha), Kledung (492 ha), Bansari (40 ha), Tlogomulyo (5 ha), Selopampang (44 ha) dan Wonoboyo (34 ha).‘’Setiap kecamatan rata-rata bisa ditanami kopi robusta, karena jenis kopi ini cocok ditanam di ketinggian 600 hingga 700 meter dpl. Untuk arabika, yang penanamannya butuh lahan berketinggian 1.000 hingga 1.400 meter dpl, hanya sesuai ditanam di kawasan lereng Gunung Sindoro, Sumbing dan Prau,’’ujar Gunarto.
Sesuai dengan jumlah luasan lahannya pula, kepemilikan tanaman kopi paling banyak adalah jenis robusta, yakni dimiliki 36.222 petani, sedangkan arabika dimiliki 9.370 petani. Kendati jumlah pemiliknya hanya sejumlah itu, dalam perawatan, pemanenan dan pengolahan hasil panen kedua jenis kopi tersebut, sama-sama melibatkan banyak orang. Sebab, untuk 1 ha tanaman kopi, rata-rata butuh 250 orang/hari, untuk proses dari pemiliharaan tanaman hingga pengolahan hasil.
Sementara itu, baik kopi robusta maupun arabika, hampir seluruhnya dijual petani dalam bentuk ose atau beras. Pada 2011, untuk robusta harga di tingkat petani Rp 21.000/kg dan di tingkat pasar Rp 23.000/kg. Arabika, harga di petani Rp 36.000/kg dan di tingkat pasar Rp 39.000/kg.
‘’Jenis arabika, hampir seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal dan regional, sedangkan robusta, selain lokal dan regional, juga diekspor ke AS, Jepang dan Belanda,’’kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi UMKM, Ronny Nurhastuti.
Dia mengatakan, Temanggung telah mengekspor kopi produknya itu sejak 2005, melalui PT Rejodadi dan PT Taman Delta (keduanya dari Semarang) serta PT Gemilang Malang. Namun, baru mulai 2007, ketiga PT tersebut memperbolehkan mencantumkan nama Temanggung pada produk kopi yang dieskpor.
Ekspor kopi robusta ose dari tahun ke tahun fluktuatif. Pada 2007, yang merupakan ekpor perdana menggunakan nama Temanggung, jumlahnya 162 ton dengan nilai Rp 2,75 miliar lebih.
Kemudian 2008, jumlahnya 6.000 ton dengan nilai Rp 105 miliar, tahun 2009 sebesar 4.000 ton senilai Rp 60 miliar, dan pada 2010 banyaknya 229 ton dengan nilai Rp 3,435 miliar.(47)
(Sumber)
Temanggung Hari Ini : 10 Oktober 2011
-Temanggung Tetap Jadi Penyangga Kopi Jateng
-Didukung Faktor Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar