KEBUMEN, suaramerdeka.com - Hingga tahun ketiga program konversi minyak tanah ke gas elpiji, konsumsi elpiji di Kabupaten Kebumen tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan per kapita per keluarga. Tahun 2010, rata-rata konsumsi elpiji 3,50 kg/bulan. Sedangkan hingga Oktober 2011 konsumsi rata-rata naik menjadi 3,8 kg/bulan/rumah tangga.
Padahal menurut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Perlindungan Konsumen di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindag) Kebumen, Agung Patuh SH, kebutuhan elpiji ideal rumah tangga per bulan mencapai 9 kg.
Berdasarkan data konsumsi yang diperoleh dari tiga Stasiun Bahan Bakar Elpiji (SPBE) di Kebumen, masih banyak rumah tangga yang menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak.
"Ada sebagian masyarakat yang menggunakan elipiji sebagai bahan bakar alternatif untuk kebutuhan yang memerlukan waktu cepat," ujar Agung Patuh kepada Suara Merdeka, Kamis (24/11).
Dia mengakui tingkat konsumsi elpiji bersubsidi tahun pertama masih rendah. Akan tetapi, dari tahun ke tahun tingkat konsumsi elpiji terus meningkat. Peningkatan itu disebabkan tidak adanya bahan bakar alternatif yang mudah dan cepat, setelah minyak tanah tidak lagi disubsidi.
Harga minyak tanah mencapai Rp 11.000/liter di tingkat pengecer, sedangkan harga elpiji 3 kg hanya Rp 14.000/tabung membuat masyarakat beralih menggunakan elpiji.
Di sisi lain, meningkatnya konsumsi elipiji bersubsidi berpengaruh terhadap konsumsi minyak tanah non subsidi. Dalam tiga tahun terakhir, konsumsi minyak tanah non subsidi terus menurun. Pada tahun 2010, konsumsi minyak tanah non subsidi mencapai 3.040 kiloliter.
Hingga Oktober 2011 konsumsinya menurun tinggal 1.040 kiloliter. "Hingga Akhir Desember 2011 diperkirakan konsumsi minyak anah non subsidi kurang dari 1.300 kiloliter," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar