JAMU SESAK NAFAS, ASMA SEMBUH PERMANEN

Kabar gembira, Bagi anda atau saudara/teman anda yang menderita sesak napas,asma, karena merokok atau sebab lain, kini tersedia obatnya, InsyaAllah sembuh, 90 % pasien kami sembuh total, minimal bebas kertegantungan obat. Bagi anda yang ingin mencoba (sample gratis), SMS nama dan alamat , kirim ke 081392593617. Klik Disni

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sabtu, 05 November 2011

Magelang :Energi Berkesenian, Ensiklopedia Dusun

P RADITYA MAHENDRA YASA
Ilustrasi: Tari kuda lumping menjadi salah satu pengisi pagelaran seni Komunitas Lima Gunung di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (28/3). Pagelaran seni ini menjadi salah satu ajang ekspresi kesenian rakyat bagi warga lereng Gunung Andong, Merapi, Merbabu, Menoreh dan Sumbing. Para penampil tersebut sebagian besar merupakan petani dan buruh.
Oleh M. Hari Atmoko
Dari balik patung batu Gunung Merapi berbentuk Ganesha, penyair Dorothea Rosa Herliany menyalakan lampu senter untuk menerangi secarik kertas putih berisi karya geguritannya yang ditulis tangan menggunakan bolpoin bertinta biru.
Dalam kegelapan di balik panggung pementasan performa "Ensiklopedia Dusun" oleh kalangan seniman petani Komunitas Lima Gunung dengan sutradara yang juga pemimpin Sanggar Wonoseni Bandongan, Kabupaten Magelang, Pangadi  itu, Rosa sambil duduk di kursi dengan menggunakan mikrofon membacakan karya geguritan yang tanpa judul itu.
"’Ratri ratri sirep, maewu nur samubarang netra, kang gawe pepadang. Duh Gusti iba tidem kang lumarap, ing samubarang kalbu, sato kewan lan gegodongan kang tumrap. Duh banyu ing mangsa ketiga dawa, duh rino lan dalu kang langsir, paringana sesaji ati, sakehing kalbu lan karep. Lerep, sirep, donyaning tresna marang sakehing janma,’" demikian geguritan yang menjadi pembuka performa dengan babak awal berupa ritual kontemporer bertajuk "Ondo Tresno" dipimpin Bambang dan penembang suluk Sitras Anjilin itu.
Terjemahan Bahasa Indonesia yang disampaikan Rosa yang juga pengelola Rumah Buku Dunia Tera Borobudur setelah pementasan berdurasi 1,5 jam dan secara eksklusif ditonton sejumlah wisatawan mancanegara itu, "Oh malam yang kelam, ribuan cahaya sembarang mata, yang menerangi semesta. Duh Gusti alangkah tenangnya segala yang luruh, di sembarang kalbu, hewan-hewan dan dedaunan yang luruh ke tanah. Duh semesta air yang mengekalkan kemarau panjang, oh semesta hari yang lindap, berikan sesaji kalbu bagi semua pecinta dan hasrat. Luruh, hening, alam cinta bagi semua insan."
Lantunan yel-yel berbahasa Jawa diiring tabuhan musik kenong, saron, dan kendang, "tresna sejati ra biso disule" (Cinta sejati tidak bisa digantikan) oleh para pemain lainnya mengiring pelaku performa "Ondo  Tresno".
Seorang seniman, Bambang yang mengenakan kain serba warna putih berjalan paling depan diikuti empat penari perempuan yang salah satunya membawa cobek berisi bunga mawar merah putih untuk ditaburkan dan seorang lainnya membawa dua batang tebu membentuk tangga.
Lima seniman lainnya memainkan peran tokoh punakawan yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, menari-nari sambil mengelilingi panggung terbuka Studio Mendut, sekitar 3,5 kilometer timur Candi Borobudur, sedangkan dua lainnya menimpali dengan tarian kuda kepang.
Performa "Ondo Tresno" yang nampaknya menjadi simbol tataran yang harus dilalui manusia untuk mencapai cita-cita membangun semangat cinta kasih sejati itu sebagai babak awal atas inti pergelaran bertajuk "Ensiklopedia Dusun" dimainkan oleh sekitar 50 seniman petani Komunitas Lima Gunung dengan pemain utama para anggota Sanggar Wonoseni Bandongan, Kabupaten Magelang.
Repertoar pergelaran antara lain ditandai dengan berbagai permainan anak-anak desa seperti gobak sodor, gelinding  buah, gasing, menari, jetungan, dan kitiran di panggung terbuka yang dipasangi properti payung raksasa kontemporer dengan digantungi berbagai alat dapur masyarakat kampung seperti kepis, kukusan, parut, tampah, tenggok, kisa, irus, telik, caping, serok, gangsingan, kronjot, kentongan, dan sangkar burung.
Alunan tembang dolanan bocah Jawa seperti cublak-cublak suweng, jamuran, dan jaranan diiringi tabuhan gamelan terus menerus mengiring suasana anak-anak desa yang sedang bermain dalam pergelaran tersebut.
Sesekali beberapa seniman lainnya mengenakan pakaian petani Jawa melintas di tengah-tengah anak-anak desa yang sedang bermain itu antara lain dengan memanggul cangkul, beberapa batang bambu, dan membawa arit serta linggis.
Sejumlah pemain lainnya memainkan performa gotong royong membuat cangkrukan untuk tempat duduk warga desa di pinggir jalan kampung yang strategis, sedangkan lainnya mencangkul tanah sebagai performa masyarakat menggarap sawahnya.
Tak seberapa lama kemudian seorang seniman masuk panggung sambil menggiring beberapa ekor bebek dan seorang lainnya menggiring seekor kambing untuk ditambatkan di tepi panggung, di bawah tiang tempat mengerek sangkar burung.
Melalui properti bebek dan kambing itu, mereka nampaknya ingin menyampaikan gambaran kepada penonton pementasan tersebut tentang aktivitas masyarakat desa bertransaksi ternak di pasar tradisionalnya.
Agaknya nuansa kuat gambaran suasana pedesaan dalam pergelaran itu juga tak lepas dari penampilan hangat Ketua Komunitas Lima Gunung Magelang Ismanto yang memerankan sebagai orang desa pengidap gangguan jiwa dan peranan tata lampu yang kuat dimainkan oleh Joko Widiyanto.
Ismanto yang juga pemimpin grup Teater Gadung Mlati, lereng Gunung Merapi itu tampak berjalan hilir mudik sambil mencangklong di pundak kanannya berupa tas plastik berisi sebungkus nasi dengan seutas tali rafia dan tangan kirinya membawa koran.
Seniman petani muda Dwi Indriani memainkan performa menggoreng tempe. Ia menggoreng tempe yang digambarkan untuk dijual kepada masyarakat desanya itu dengan menggunakan tungku, wajan, dan kayu bakar.
Sedangkan Nanik Rohmiyati menggendong tenggok memainkan diri sebagai pedagang makanan keliling seperti selondok, wajik, sengkulun, jenang, tempe goreng, geblek, lotek, bakwan dan jamu.
Nanik yang juga isteri sang sutradara "Ensiklopedia Dusun" Pangadi itu juga berinteraksi dengan penonton, dengan menawarkan dagangan makanan pedesaan itu untuk disantap para wisman di tempat duduk mereka di tepi panggung tersebut.
Sejumlah pemain musik rebana anggota Padepokan Wargo Budoyo berasal dari lereng Gunung Merbabu di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang mengenakan kain batik dan peci masuk ke panggung, memainkan sejumlah nomor musik islami itu dan beberapa konfigurasi gerak tubuh yang terkesan enak ditonton.
Sebelum beberapa nomor musik rebana dan konfigurasi gerak selesai dimainkan mereka, tiga seniman Sanggar Wonoseni masing-masing Ahmadi (85), Ismael (45), dan Rofik (39) berjalan santun masuk panggung lalu duduk bersila di lincak sambil bersiap menabuh alat musik tradisional Pitutur Madyo yakni tiga kempul, tiga kenting, satu jedor, dan sepasang kepyak.
Belasan anak-anak duduk bersila di tanah di depan lincak itu sambil memainkan gerak tangan secara serempak dipimpin Wenti Nuryani, selagi Ahmadi dengan iringan musik Pitutur Madyo melantunkan tembang Jawa berjudul "Nganten Anyar" (Pengantin Baru).
"’Orang sekaro di dalam tempat, tempat tidur ada rumah. Jangan takut jangan malu, Pangeran sampun ngridani. Agama Islam kang percaya, ingkang jejeg kang santoso, ojo lali marang Pangeran,’" demikian syair tembang tersebut.
Seniman Komunitas Lima Gunung Waskito turun ke panggung membawakan gerakan tarian bebas namun lembut mengikuti tabuhan musik Piturut Madyo, tak seberapa lama seorang pemimpin lainnya komunitas itu yang juga Kepala Desa Banyusidi Riyadi yang mengenakan pakain safari dan bertutup kepala topi bundar warna putih, menaiki sepeda motor bebeknya, melintas di tengah panggung itu, seakan menggambarkan seorang lurah dengan kharismanya sedang melintas di jalan desa.
Tak Lupa Terhadap Tuhan
Tentang musik Pitutur Madyo itu, Ahmadi mengatakan, apapun ragam kesenian dan kehidupan masyarakatnya, setiap orang tidak boleh lupa terhadap Tuhan.
Kegembiraan anak-anak menyaksikan penampilan musik tradisional yang berkembang di kawasan Bandongan, Kabupaten Magelang sejak zaman penjajahan Belanda itu, katanya, sebagai simbol masyarakat desa mencermati berbagai nasihat orang tua tentang kebaikan hidup di lingkungannya.
"Memang syair tembang itu berupa nasihat kebaikan untuk warga desa," kata Ahmadi yang sejak puluhan tahun menjadi pemain kesenian Piturut Madyo itu.
Tiba-tiba bunyi tabuhan kentongan dan bedug terdengar bertalu-talu, disusul suara adzan yang dikumandangkan seorang seniman, Mualimin. Mereka yang lain bubar, meninggalkan panggung terbuka itu sebagai gambaran bahwa masyarakat desa pergi ke masjid guna menjalankan shalat.
Suasana riuh rendah gambaran beragam aktivitas kehidupan masyarakat desa yang diangkat menjadi pertunjukkan di panggung itu pun berubah menjadi terkesan hening.
Tak terdengar lagi ensambel dari tabuhan musik tradisional, sedangkan suara gemericik air dari aliran Kali Pabelan Mati di belakang Studio Mendut itu terkesan menyeruak.
"Kami angkat lakon itu untuk para wisatawan asing, untuk menunjukkan kehidupan masyarakat desa selalu saja tidak lepas dari kegiatan kesenian dan kebudayaan," katanya.
Berkesenian selalu saja bagian penting lembaran ensiklopedia kehidupan sehari-hari orang desa, kata Pangadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bisnis Online Paling Meunguntungkan
Aduh maaak, terima kasih Tuhan, terima kasih webmaster. Saya bisa kuliahkan anak dan membantu biaya berobat ibu saya yg sakit dengan dana ini. Setelah itu saya betul2 percaya bahwa program bisnis ini bener2 bekerja. Sejak itu saya mulai aktif mempromosikan bisnis ini ke siapa saja, lewat email, milis, sms, dll. Sekarang hasilnya sudah lebih dari 500 juta masuk ke rekening bank saya. Sekali lagi terima kasih webmaster program 5 milyar
. Klik Disini

Salam, Bambang Widjatmoko, Surabaya (Kesaksian)

Informasi penting: Teknik Membeli Rumah Terbaik

Masukkan nama & email anda di sini dan dapatkan informasi properti diatas, GRATIS!

Nama:

Email:

Wirausaha Mobil Bekas Pasang Iklan Rumah Kontak Jodoh