TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKS Bidang Advokasi dan HAM, Aboebakar Alhabsy, mengapresiasi evaluasi internal yang telah dilakukan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri.
Dalam kesimpulannya, Irwasum Polri menyatakan bahwa ada pelanggaran prosedural dalam penanganan massa di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), karena pasukan tidak satu komando.
Aboebakar menegaskan, kesimpulan Irwasum tersebut merupakan hasil kajian yang perlu ditindaklanjuti.
Irwasum Polri, kata Aboebakar, memang memiliki tugas mengawasi pelaksanaan tugas dan menampung keluhan dari masyarakat yang patut diapresiasi.
"Namun masalahnya, hal itu belum menjawab pertanyaan, siapakah yang harus bertanggung jawab atas kematian tiga warga serta belasan yang terkena peluru.
Menurut informasi yang saya dapat, sebelum ada penindakan, korlap aksi Hasanudin sudah minta jaminan tidak ada penembakan, kepada AKBP Kumbul, permintaan itupun diamini Kapolresta Bima tersebut," ujar Aboebakar, Sabtu (31/12/2011).
Menurut informasi yang saya dapat, sebelum ada penindakan, korlap aksi Hasanudin sudah minta jaminan tidak ada penembakan, kepada AKBP Kumbul, permintaan itupun diamini Kapolresta Bima tersebut," ujar Aboebakar, Sabtu (31/12/2011).
Hal ini menunjukkan, kata Aboebakar, peserta aksi sebenarnya sudah under preasure, mungkin bisa dikatakan mengibarkan bendera putihlah. Terbukti setelah itu, seorang peserta aksi bernama Syahbuddin alias Om Budi membukakan pintu gerbang agar para Polwan bisa masuk.
"Saya lihat ini juga bukti bahwa massa tidak se-anarkis yang dilaporkan selama ini. Saya juga dengar, setelah itu Hasanuddin sempat meminta waktu untuk merembukkan hasil pertemuan semalam dengan Kapolda NTB yang dilakukan di samping rumah makan Arema, namun permintaan ini tidak dipenuhi dan Kapolresta memerintahkan pasukan maju sepuluh langkah," paparnya.
Jelas bahwa sebenarnya peserta aksi juga bermaksud membuka ruang dialog dengan aparat. "Anehnya, di tv terlihat aksi pukul, tendang, popor, dan tembak yang dilakukan aparat, sungguh sulit diterima nalar."
"Akibat dari perbuatan inilah yang saya lihat belum terjawab, bukankan sebenarnya penggunaan senjata Polri hanya boleh dilakukan untuk membela diri. Bahkan dalam Protab No 1/X/2010 pun penembakan hanya boleh diarahkan kesasaran yang tidak mematikan," tegas Aboebakar.
Menyikapi ini, Aboebakar mempertanyakan, siapakah yang harus bertanggung jawab atas tewasnya tiga warga Bima? Bukankah menghilangkan nyawa orang termasuk perbuataan pidana.
"Saya kira ini juga harus dijawab oleh Polri, jangan sampai nanti dibandingkan dengan pencurian sandal yang diancam 5 tahun penjara."
"Persoalan mendasarnya adalah insiden Bima soal aktivitas tambang bukan kali pertama hingga kemudian rakyat meregang nyawa, karenanya ini layak dievaluasi. Bahkan bila ada peraturan yang perlu dievaluasi, lakukan saja. Jangan sampai aturan hanya dijadikan dasar pembenaran belaka," demikian Aboebakar Alhabsy.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara Mudah, Cepat Dan Tanpa Resiko Membuat Uang Secara Online, Ikutan Gabung yuk ! Klik Disini !
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar