INILAH.COM, Jakarta - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menuntut Presiden SBY untuk segera memberhentikan dan mengganti Kapolri dan Kapolda NTB sebagai penanggungjawab utama dalam operasional Kepolisian di Nusa Tenggara Barat.
ELSAM menilai bahwa dalam penanganan aksi demonstrasi di Bima ini, aparat Kepolisian telah mengabaikan, bahkan melanggar berbagai prinsip dan standar hak asasi manusia yang diakui dan berlaku di Indonesia.
"Seluruh instrumen yang dibuat dan selama ini sering dijadikan katup pengaman oleh Kepolisian Republik Indonesia ini telah dibiarkan tidak berlaku, sehingga ketidak-profesionalan dan ke tidakberpihakan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya menjadi terang benderang," kata Direktur Eksekutif, Indriaswati Dyah Saptaningrum, melalui rilisnya kepada INILAH.COM, Minggu (25/12/2011).
Selain itu, ELSAM menilai aparat Kepolisian juga telah mengabaikan dan melanggar prinsip-prinsip yang dibuatnya sendiri, seperti Perkap No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen, Pengamanan dan Organisasi, Perusahaan dan atau Instansi/Lembaga Pemerintah; Protap 01/2010 tentang Simulasi Penanganan Unjuk Rasa Anarkis dan yang paling penting, Protap No. 8 Tahun 2009 tentang Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Implementasi Tugas-tugas Polri.
"Dalam peristiwa di Bima ini, aparat Kepolisian ibarat benalu yang tumbuh bersama-sama dengan tumbuhan, yang akhirnya justru menggerogotinya. Kepolisian Republik Indonesia tumbuh dan berkembang bersama-sama dari rakyat Indonesia, tetapi kemudian menjadi pembunuh masyarakatnya sendiri,mereka lupa bahwa pada akhirnya mereka akan turut terkubur juga bersama-sama dengan matinya “pohon Indonesia” yang mereka cederai dan gerogoti selama ini," jelasnya.
Oleh karena itu,Ia meminta kepada SBY untuk membentuk Komite Independen untuk mengevaluasi dan mereformasi Kepolisian Republik Indonesia dan menghukum para pelaku kekerasan ke pengadilan. Selain itu, Komnas HAM juga diminta segera melakukan investigasi independen untuk mengetahui penanggungjawab utama peristiwa ini.
"Presiden SBY harus menarik dan membatalkan seluruh regulasi yang memberikan legitimasi POLRI dan TNI untuk terlibat dalam konflik sumberdaya alam dan segera melakukan pengujian seluruh perizinan berkaitan dengan operasi perusahaan yang bergerak di bidang sumberdaya alam," jelasnya.[bay]
ELSAM menilai bahwa dalam penanganan aksi demonstrasi di Bima ini, aparat Kepolisian telah mengabaikan, bahkan melanggar berbagai prinsip dan standar hak asasi manusia yang diakui dan berlaku di Indonesia.
"Seluruh instrumen yang dibuat dan selama ini sering dijadikan katup pengaman oleh Kepolisian Republik Indonesia ini telah dibiarkan tidak berlaku, sehingga ketidak-profesionalan dan ke tidakberpihakan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya menjadi terang benderang," kata Direktur Eksekutif, Indriaswati Dyah Saptaningrum, melalui rilisnya kepada INILAH.COM, Minggu (25/12/2011).
Selain itu, ELSAM menilai aparat Kepolisian juga telah mengabaikan dan melanggar prinsip-prinsip yang dibuatnya sendiri, seperti Perkap No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen, Pengamanan dan Organisasi, Perusahaan dan atau Instansi/Lembaga Pemerintah; Protap 01/2010 tentang Simulasi Penanganan Unjuk Rasa Anarkis dan yang paling penting, Protap No. 8 Tahun 2009 tentang Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Implementasi Tugas-tugas Polri.
"Dalam peristiwa di Bima ini, aparat Kepolisian ibarat benalu yang tumbuh bersama-sama dengan tumbuhan, yang akhirnya justru menggerogotinya. Kepolisian Republik Indonesia tumbuh dan berkembang bersama-sama dari rakyat Indonesia, tetapi kemudian menjadi pembunuh masyarakatnya sendiri,mereka lupa bahwa pada akhirnya mereka akan turut terkubur juga bersama-sama dengan matinya “pohon Indonesia” yang mereka cederai dan gerogoti selama ini," jelasnya.
Oleh karena itu,Ia meminta kepada SBY untuk membentuk Komite Independen untuk mengevaluasi dan mereformasi Kepolisian Republik Indonesia dan menghukum para pelaku kekerasan ke pengadilan. Selain itu, Komnas HAM juga diminta segera melakukan investigasi independen untuk mengetahui penanggungjawab utama peristiwa ini.
"Presiden SBY harus menarik dan membatalkan seluruh regulasi yang memberikan legitimasi POLRI dan TNI untuk terlibat dalam konflik sumberdaya alam dan segera melakukan pengujian seluruh perizinan berkaitan dengan operasi perusahaan yang bergerak di bidang sumberdaya alam," jelasnya.[bay]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar