PURWOREJO (KR) - Perajin batik tulis di Kabupaten Purworejo masih lemah dalam teknik pewarnaan. Akibatnya, batik yang dihasilkan kalah bersaing karena konsumen lebih memilih produk dari Yogyakarta, Solo atau Pekalongan. Selain itu, rendahnya produktivitas perajin juga menyebabkan stok batik terbatas. Kurang maksimalnya teknik pewarnaan seperti terjadi di Purworejo menyebabkan warna batik tidak merata, kusam dan kurang tajam.
"Persoalan yang kerap dihadapi memang soal pewarnaan, perajin tidak menguasai teknik yang baik, sehingga hasilnya kurang maksimal," kata Musaini SSn, praktisi batik asal Sewon, Bantul kepada KR saat memberikan pelatihan kepada belasan pembatik tulis di Balai Desa Kemanukan Kecamatan Bagelen, Selasa (29/11).
Teknik pewarnaan merupakan salah satu teknik akhir dalam membatik yang memerlukan inovasi dan seni yang tinggi. Menurutnya, tanpa sentuhan pewarnaan juga terlihat kurang menarik, padahal batik Purworejo memiliki motif khas dan asli ciptaan seniman setempat, seperti garut, ukel cantel, kopi pecah serta kawung.
Batik yang dihasilkan sejumlah sentra produksi di Jawa Tengah, lanjutnya, sudah memiliki kekhasan warna sendiri. Batik Yogyakarta bercorak sogan, Solo coklat hitam, sedangkan Pekalongan ciri khasnya berwarna merah.
Dikatakan, untuk meningkatkan kualitas, pelatihan perajin mutlak dilakukan. Bahkan, pihaknya juga diminta Dinas Perdagangan Perindustrian dan Koperasi (Dinperindagkop) Purworejo untuk memberikan pelatihan membuat kombinasi batik cap dan tulis.
"Inovasi produk tersebut untuk membidik pasar kelas menengah. Selain itu, batik tulis hasil perajin Purworejo sudah bagus, hanya harus dilatih dalam teknik pewarnaan saja," terangnya.
Perajin batik di Desa Kemanukan, Suparmi menambahkan, meski ada 20 perempuan perajin yang tergabung dalam satu kelompok di desanya, tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Produksi terbatas karena perajin masih menjadikan membatik sebagai pekerjaan sambilan. .
"Persoalan yang kerap dihadapi memang soal pewarnaan, perajin tidak menguasai teknik yang baik, sehingga hasilnya kurang maksimal," kata Musaini SSn, praktisi batik asal Sewon, Bantul kepada KR saat memberikan pelatihan kepada belasan pembatik tulis di Balai Desa Kemanukan Kecamatan Bagelen, Selasa (29/11).
Teknik pewarnaan merupakan salah satu teknik akhir dalam membatik yang memerlukan inovasi dan seni yang tinggi. Menurutnya, tanpa sentuhan pewarnaan juga terlihat kurang menarik, padahal batik Purworejo memiliki motif khas dan asli ciptaan seniman setempat, seperti garut, ukel cantel, kopi pecah serta kawung.
Batik yang dihasilkan sejumlah sentra produksi di Jawa Tengah, lanjutnya, sudah memiliki kekhasan warna sendiri. Batik Yogyakarta bercorak sogan, Solo coklat hitam, sedangkan Pekalongan ciri khasnya berwarna merah.
Dikatakan, untuk meningkatkan kualitas, pelatihan perajin mutlak dilakukan. Bahkan, pihaknya juga diminta Dinas Perdagangan Perindustrian dan Koperasi (Dinperindagkop) Purworejo untuk memberikan pelatihan membuat kombinasi batik cap dan tulis.
"Inovasi produk tersebut untuk membidik pasar kelas menengah. Selain itu, batik tulis hasil perajin Purworejo sudah bagus, hanya harus dilatih dalam teknik pewarnaan saja," terangnya.
Perajin batik di Desa Kemanukan, Suparmi menambahkan, meski ada 20 perempuan perajin yang tergabung dalam satu kelompok di desanya, tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Produksi terbatas karena perajin masih menjadikan membatik sebagai pekerjaan sambilan. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar