TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Haris Azhar, menyatakan, sebelum diserang, pengunjuk rasa menyambut ramah pasukan polisi. "Warga dan polisi sempat berpelukan sebelum terjadi keributan," ujar Haris saat dihubungi Tempo, 1 Januari 2012.
Pintu gerbang pelabuhan yang tertutup dibuka secara baik-baik oleh salah seorang perwakilan warga, kata Haris. "Yang membuka adalah tokoh masyarakat yang biasa dipanggil Om Budi (Syahbudin)," ujarnya. Kemudian warga mempersilakan polisi untuk berunding dengan perwakilan mereka.
Keadaan menjadi panas setelah salah seorang juru runding warga, Hasanuddin, tiba-tiba ditangkap paksa oleh aparat. Hasanuddin ditangkap saat sedang mengimbau warga untuk bersikap tenang selama perundingan. "Setelah ditangkap, ia diseret dan dipopor hingga pingsan. Ia lalu mendapati luka tembak di kaki saat siuman," ujar Haris.
Suasana seketika menjadi rusuh, polisi merangsek masuk dan mendesak pengunjuk rasa ke arah dermaga. Warga kalang kabut karena polisi bertindak kalut, menembaki pengunjuk rasa dengan peluru karet dan peluru tajam. Tembakan berlangsung hingga satu jam. Dua pengunjuk rasa, Arif Rahman dan Saiful, roboh. "Mereka tewas di tempat," ujar Haris yang terjun langsung ke Bima untuk penelusuran fakta.
Insiden penyerangan aparat terhadap warga Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, itu terjadi pada Sabtu, 24 Desember 2011. Para pengunjuk rasa memprotes pencabutan SK Bupati Bima Ferry Zulkarnaen nomor 188.45/357/004/2010 soal izin eksplorasi tambang emas oleh PT Sumber Mineral Nusantara. "Dalam insiden berdarah ini, 3 orang tewas, 77 luka-luka dan dikriminalisasikan," ujar Haris.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara Mudah, Cepat Dan Tanpa Resiko Membuat Uang Secara Online, Ikutan Gabung yuk ! Klik Disini !
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar