Sejumlah anggota Brimob Polda NTB berjaga mengantisipasi keamanan pasca bentrok parat dengan pengunjuk rasa, di Pelabuhan Sape, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, NTB. ANTARA/Rinby |
TEMPO.CO , Jakarta:- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan saat terjadi kerusuhan antara demonstran penolak izin tambang dan polisi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigadir Jenderal Arif Wachyudin sedang berada di sana. "Yang jelas, saat kerusuhan, Kapolda NTB berada di Bima," kata Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis ketika dihubungi pada Jumat, 30 Desember 2011.
Komisi memang belum menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab. Alasannya, hasil temuan dua tim investigasi yang turun ke Bima dan Mataram belum disatukan. Sebelumnya Komnas menyatakan polisi melanggar aturan pembubaran massa. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyebutkan polisi juga melakukan tindak kekerasan kepada warga. "Anggota kepolisian menembak lurus ke kerumunan orang," ujarnya.
Arif Wachyudin mengatakan penggunaan senjata api ini terpaksa diambil setelah polisi melakukan sejumlah langkah persuasif. "Mereka mau demo sepuluh hari atau sebulan, kami kawal, asal jangan mengganggu transportasi menuju Nusa Tenggara Timur," ujarnya.
Menurut Arif, pada malam sebelum kejadian ia membujuk koordinator lapangan, Hasanuddin, untuk membuka pelabuhan. Dia menjamin akan mengawal pencabutan SK Bupati tentang izin tambang buat PT Sumber Mineral Nusantara. Malam itu dia bersama Wakil Ketua DPRD Bima H Nadjib dan anggota DPD, Farouk Muhammad. "Tapi mereka tetap tidak mau. Mereka berkeras SK itu harus dicabut terlebih dahulu," kata Arif.
Dikatakannya, pembubaran dilakukan setelah Polda NTB menerima laporan akan ada pembakaran pompa bensin, sekitar 300 meter dari pintu masuk pelabuhan. Ketika ditanya apakah perintah penembakan datang dari dia, Arif tak menjawab tegas.
Perintah penembakan, kata dia, dilakukan setelah masyarakat tetap memegang senjata tajam. "Mereka sebagian memegang senjata tajam," ujar Arif. Saat kejadian itu Arif menyatakan tidak sedang berada di pelabuhan, tapi di sekitar pelabuhan.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo emoh berkomentar tentang perintah penembakan itu. Ia malah bicara soal dua korban tewas. Menurut dia, dua orang itu ada di luar kawasan pembubaran. "Orang yang meninggal dunia itu berada 700 meter dari pelabuhan," katanya di Markas Besar Polri, Jakarta, kemarin.
Jenderal Timur mengatakan penyebab kematian dua korban, Arif Rahman dan Syaiful, itu akan diselidiki seperti mengungkap kasus pembunuhan biasa. "Ada orang meninggal dunia, kematiannya karena apa, saksi siapa, kalau ada petugas di situ siapa yang membawa senjata," ujarnya.
Tim kepolisian telah memeriksa 115 polisi yang bertugas saat peristiwa terjadi, termasuk 18 orang warga. Dia berjanji akan terbuka dalam melakukan penyelidikan. "Tunggu hasilnya dan itu akan saya pertanggungjawabkan," ujar Kepala Polri. Ia juga membantah adanya kesalahan prosedur pembubaran massa. "Semua sesuai dengan prosedur," katanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara Mudah, Cepat Dan Tanpa Resiko Membuat Uang Secara Online, Ikutan Gabung yuk ! Klik Disini !
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar