MAGELANG, KOMPAS.com - Juli 2011, delapan anak di bawah lima tahun (balita) penderita gizi buruk ditemukan di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Rata-rata balita yang berasal dari keluarga kurang mampu ini, memiliki berat badan 30 persen lebih ringan dari standar berat badan ideal sesuai usia mereka.
Sugiyanti, Seksi Kesehatan Desa Borobudur, mengatakan, walaupun kasus gizi buruk sering ditemui di Desa Borobudur, temuan kali ini terbilang jauh lebih parah dibanding tahun lalu. Selain kondisi badan penderi ta yang jauh lebih kurus, jumlah kasusnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
"Peningkatan kasus gizi buruk ini diperkirakan terjadi seiring dengan penurunan kesejahteraan masyarakat setempat akibat terdampak erupsi Gunung Merapi 2010," ujarnya, Sabtu (16/7/2011).
Temuan delapan balita gizi buruk diketahui setelah pemeriksaan pos pelayanan terpadu (posyandu). Selain berat badan rendah, s ebagian di antaranya juga ada yang disertai dengan kelainan muka rata. Ini jauh lebih buruk dibanding tahun lalu, di mana penderita gizi buruk hanya memiliki berat badan 20 persen lebih ringan dari berat badan ideal.
Selain gizi buruk, bulan Juli ini juga ditemukan 13 balita lainnya yang berada di garis tengah, dan rawan mengalami penurunan tingkat kesehatan menjadi balita penderita gizi buruk.
Berdasarkan keterangan dari para orangtua penderita, Sugiyanti mengatakan, perekonomian keluarga mereka pascaerupsi Gunung Merapi bertambah sulit, di mana banyak pohon kelapa dan pohon rambutan yang selama ini menjadi tempat menggantungkan mata pencaharian sebagai penderes nira dan penjual buah, mati karena tersiram abu vulkanik.
Selain itu, perkebunan pepaya juga belum menghasilkan panen karena tanaman baru saja mulai berbunga dan tahun ini pertumbuhan juga terhambat karena kesulitan air di musim kemarau. Kesulitan ekonomi juga dirasakan oleh para orangtua yang bekerja di sektor wisata seperti menjadi pedagang kaki lima di kawasan sekitar Candi Borobudur. Omzet penjualan suvenir dan usaha jasa lainnya pun menurun tajam karena tingkat kunjungan wisatawan juga belum pulih seperti sebelum erupsi.
Tingkat kesejahtaraan warga yang menurun ini, menurut dia, akhirnya juga menganggu penanganan balita gizi buruk.
Dengan kondisi keuangan yang terbatas dan harus berhemat, maka setiap kali kami memberikan bantuan makanan untuk balita gizi buruk , oleh keluarga yang bersangkutan, makanan atau minuman itu justru dimanfaatkan, dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga, ujarnya. Makanan dan minuman yang biasa diberikan untuk balita penderita gizi buruk adalah biskuit, dan susu.
Bainah Wahyu Anggraini (3,5), adalah salah satu balita penderita gizi buruk di Desa Boro budur. Nunuk (31), ibu Bainah, mengatakan, Bainah hanya memiliki berat badan 9,5 kilogram (kg), jauh di bawah berat badan ideal yang berkisar 12-15 kg.
"Setiap hari Bainah hanya mengonsumsi bubur dengan sayur dan telur. Kami sekeluarga hanya mampu mengonsumsi daging saat ada tetangga yang menyelenggarakan kenduri," ujar Nunuk. Karena tidak mampu membeli susu kaleng, dia pun sesekali membeli susu dalam kemasan sachet untuk Bainah.
Menurut Nunuk, perekonomian keluarga saat ini terbilang sulit karena beng kel milik suaminya yang berlokasi di sekitar kawasan Candi Borobudur, sedang sepi pelanggan. Untuk mendukung ekonomi keluarga, dia pun terkadang juga menerima usaha jahitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar