Wakil Ketua KomnasHAM Joseph Adi Prasetyo (kanan). TEMPO/Seto Wardhana |
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Mesuji meragukan data jumlah korban pertikaian antara warga dan perusahaan itu terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung. Haji Abdurrahman, warga Sri Tanjung, Kecamatan Tanjung Raya, menegaskan tak ada warga yang melapor ke DPR.
”Tidak ada pembantaian warga. Yang melapor ke DPR kemarin bukan dari warga Sri Tanjung,” kata dia, Jumat, 16 Desember 2011. "Video pemenggalan itu warga Sungai Sodong."
Lima orang yang mengaku dari perwakilan warga Mesuji mendatangi Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta. Mereka meminta Komisi Hukum mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia tegas mengusut pembantaian 30 warga yang terjadi di sepanjang tahun 2009. Namun, dalam laporan itu, mereka tidak menyebut detail nama korban, alamat, serta lokasi pembantaian.
Abdurrahman hanya mengakui peristiwa matinya satu warga bernama Jailani, 45 tahun, dalam bentrok antara warga dari tiga desa, yakni Sri Tanjung, Nipah Kuning, serta Kagungan Dalam, dengan aparat keamanan gabungan Brimob dan Marinir di PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI). Begitu juga dengan Mamat C, warga Sri Tanjung lainnya. Dia menuturkan dalam bentrokan itu cuma Jailani, sepupunya, yang mati.
Dia mengatakan ada tiga peristiwa dalam video yang ditayangkan sekelompok orang yang ke DPR tersebut. Pertama, bentrokan antara warga Sri Tanjung, Nipah Kuning, dan Kagungan Dalam, dengan PT BSMI. Kasus kedua adalah bentrokan antara warga Pekat Raya dan PT Silva Inhutani. Dan yang ketiga adalah kasus bentrokan antara warga Sungai Sodong dan petugas pam swakarsa milik PT SWA. Video pemenggalan itu ada di Sungai Sodong, dengan korban lima orang.
Syahrul Sidin, koordinator warga Moro-Moro, mengatakan bentrokan antara warga dan Silva Inhutani hanya ada satu korban meninggal, yaitu Made Asta, 38 tahun. ”Cuma satu, kalau ada ada yang bilang lebih, saya tidak tahu,” ujarnya. Sebenarnya, kata dia, inti pemasalahan di Mesuji ini sengketa lahan. ”Itu yang harus diperjuangkan,” katanya.
Mau uang gratis ? Klik Disini !
Adapun sejumlah anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menyalahkan Badan Pertanahan Lampung yang sangat berperan dalam konflik lahan di Kabupaten Mesuji, Lampung. "Seandainya BPN mau mengukur ulang lahan seperti hasil kesepakatan warga dan perusahaan, peristiwa berdarah di Mesuji tidak akan terjadi," kata politikus Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Tim pencari fakta dari DPR itu bertemu dengan pejabat Polda Lampung, Pemerintah Provinsi Lampung, dan Badan Pertanahan, di Aula Markas Polda Lampung, Sabtu, 17 Desember 2011 malam. Sejumlah anggota Komisi Hukum DPR jengkel saat perwakilan BPN mengatakan warga dari Desa Sritanjung, Nipah Kuning, dan Kagungan Dalam, Kecamatan Tanjung Raya, Mesuji, tak segera mengukur ulang 7.000 hektare lahan yang dijanjikan perusahaan.
PT Barat Makmur Selatan Makmur Investindo sudah sepakat sejak tahun 1994 untuk melepas 7 ribu dari 10 ribu hektare lahannya untuk warga. Lahan seluas itu diperuntukkan bagi warga agar menjadi petani plasma.
MUHAMMAD TAUFIK
MUHAMMAD TAUFIK
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar