Ilustrasi (Foto: Reuters) |
JAKARTA - Pengamat kepolisian sekaligus dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bambang Widodo Umar, menyatakan pembubaran warga di pelabuhan Sape, Bima, harus dimulai dengan pendekatan persuasif.
Aparat kepolisian sangat tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan ataupun menembak langsung, meskipun menggunakan intel.
"Saat para pendemo sudah membakar ban dan melempar dengan batu, sebenarnya para pendemo hanya boleh dibubarkan dengan gas air mata, dan juga water cannon. Apabila dengan cara itu masih juga tidak bubar, maka pasukan Brimob dipanggil dengan menggunakan plurut karet, tapi tetap tidak boleh melukainya," ujar Widodo pada jumpa pers di Imparsial, Selasa (10/1/2012).
Widodo menambahkan, meskipun polisi diludahi, mereka tetap tidak boleh melakukan kekerasan dan harus tetap bisa mengendalikan dirinya di lapangan.
Saat membahas Bima, Ridha Saleh, komisioner Komnas HAM juga mengkritik bahwa dalam pembubaran massa polisi melakukan kesalahan prosedur, artinya tidak melakukan sesuai Protap.
"Tidak dilakukan tahapan sesuai dengan Protap, hanya nomor 1, yakni negosiasi, tapi selanjutnya langsung penembakan atau menyerbu kerumunan warga Bima yang di Pelabuhan Sape," jelasnya.
Ketua Tim Investigasi Bima tersebut juga menjelaskan kejadian di Bima hanya dipicu oleh izin tambang dan meskipun banyak orang membawa parang atau senjata tajam, bukan untuk melukai aparat, seperti yang diungkapkan Polri.
"Mereka membawa parang dan senjata tajam lainnya hanya sebagai simbol perlawanan dari SK 188 dan bukan untuk melukai aparat. Buktinya paska bentrokan tidak ada aparat yang terluka kena parang," kata Ridha.
Dalam kasus Bima, tidak ada pembubaran masa melalui kekuatan preman, namun pihaknya menegaskan polisi dan pemerintah daerah yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Ridha juga menanggapi perbedaan data antara Polri dan Komnas HAM, karena polisi hanya mengambil data dari rumah sakit sedangkan Komnas HAM turun langsung ke masyarakat.
"Tindakan kesewenang-wenangan aparat atas nama Protap dan undang-undang memang tidak bisa dibenarkan. Inilah perlunya reformasi di tubuh Polri," pungkasnya.
Polisi dinilainya tidak memiliki keberdayaan untuk melawan intervensi politik yang besar. Perusahaan juga menggaji aparat keamanan untuk menguasai lahan rakyat dengan cara melakukan kekerasan. Ini jelas adanya hubungan antara aparat kepolisan dengan korporasi yang memicu terjadinya konflik agraria.
Sumber : Okezone
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara Mudah, Cepat Dan Tanpa Resiko Membuat Uang Secara Online, Ikutan Gabung yuk ! Klik Disini !
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar