---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MAGELANG - Penolakan terhadap harga kios yang ditawarkan investor PT Putra Wahid Pratama – PT Kuntjup (JP) terus dilakukan pedagang Pasar Rejowinangun.
Pedagang menganggap harga kios yang ditawarkan investor terbilang fantastis. Sebab untuk kios ukuran 3 X 4 meter persegi Rp 150 juta dan 3 X 5 meter persegi seharga Rp 235 juta, dan ruko ukuran 3 X 8 meter dijual Rp 850 juta.
Pedagang korban kebakaran Pasar Rejowinangun, hanya mendapat potongan harga 20 persen. “Harga yang ditawarkan investor benar-benar fantastis. Investor harusnya sadar pembeli kios adalah pedagang korban kebakaran yang hampir empat tahun ada di Pasar Penampungan yang kondisinya memprihatinkan,” keluh seorang pedagang pakaian Sri Kuncoro, kemarin (21/2). Beban pedagang bertambah berat karena masih dibebani biaya PPN 10 persen, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sekitar 5 persen dan biaya notaris sekitar Rp 3 juta.
Pedagang masih harus membayar uang tanda jadi, uang muka hingga pelunasan pembayaran kios sebelum serah terima kunci.
“Kalau uang tanda jadi, uang muka bahkan harga kios dibayar sebelum serah terima kunci, artinya ya kami inilah investornya. Karena kami yang membiayai sendiri pembangunan kios. Sedang mereka yang ditunjuk dan mengaku investor, sekedar menjalankan uang kami,” tutur pria yang akrab disapa Kun tersebut.
Kun mencoba menyimulasikan kesepakatan puluhan pedagang kios yang menghadap PJKA. Mereka menawar harga yang sudah dipotong 20 persen, ditambah diskon 50 persen lagi. Dengan demikian kios ukuran 3 X 4 meter persegi menjadi Rp 60 juta dan ukuran 3 x 5 meter persegi menjadi Rp 94 juta.
“Kalau benar investor mau menerima tawaran kami harga dipotong 50 persen lagi, maka kami harus membayar di atas Rp 110 juta. Padahal saat menawar harga ini, posisi kami tidak mempunyai uang. Tapi semangatnya, kami ingin tetap membayar asalkan patut,” jelasnya.
Kun sedang memikirkan rencana menjual rumah di Kampung Malanggaten tak jauh dari Pasar Rejowinangun seluas 108 meter persegi. “Rumah itu taksiran harganya hanya Rp 100 juta. Artinya kalau saya jual rumah dua lantai tersebut, belum cukup untuk membayar kios yang ditawarkan investor. Padahal ukurannya antara 15 meter persegi dibandingkan rumah seluas 108 meter persegi plus bangunan dua lantai. Apa ya masuk akal,” ujarnya.
Ketua Perwakilan Pedagang Pasar Rejowinangun (P3R) Nasirudin Hadi meminta investor maupun Pemkot Magelang kembali kepada hakekat keberadaan pedagang yang mempunyai dua hak, pasckebakaran.
Yakni, hak bangunan dan hak menempati. Kedua hak tersebut masih melekat ke pedagang ekskorban kebakaran dan belum dicabut pemkot.
Nasirudin mempunyai ancar-ancar harga berdasarkan nilai bangunan seperti pasar. “Di Kota Magelang, untuk bangunan berupa kios minimalis harga Rp 1,1 juta – Rp 1,5 juta per meter persegi sudah bagus. Katakanlah nilai investasi dihitung, maka menjadi Rp 2,5 juta meter persegi. Kalau kiosnya ukuran 3x5 meter persegi tinggal kalikan saja. Artinya, satu kios harganya hanya sekitar Rp 37,5 juta,” tegasnya.
Adanya perhitungan harga tersebut, Nasirudin menganggap sebagai satu keadilan. Dengan perhitungan tersebut, ia menyilakan pemkot membangun pasar kembali dengan sistem campuran. Yakni dengan APBD untuk membangun los dan investasi untuk membangun kios.
“Kalau perhitungannya tidak seperti itu, pedagang kios meminta agar pembangunannya juga menggunakan APBD. Tidak usah investasi, wong duitnya pemerintah banyak. Pemerintah itu tak mesti Pemkot Magelang saja,” tandasnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar