---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PURWOREJO - Kurang lebih 15 warga Desa Sokoagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo berusaha mengembangkan kerajinan anyaman bambu. Jika semula hanya dijadikan besek, belakangan mereka menyulap bambu menjadi aneka perabotan kebutuhan rumah tangga. Namun dalam perkembannya, perajin terkendala pemasaran produk.
Warga mulai menekuni kerajinan tersebut sejak akhir 2010 pasca pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). "Kami dulu hanya membuat besek untuk tempat makanan, kemudian ada pelatih yang didatangkan dengan dana PNPM sehingga warga bisa beralih membuat berbagai kerajinan," ucap Somo Wijanarko (38), perajin di Dusun Kedungrejo Sokoagung baru-baru ini.
Perajin di Sokoagung sudah terampil membuat nampan tempat buah dan sayuran, guci hias, kap lampu, parcel, serta kemasan gula merah. Mereka mengambil bambu milik sendiri dan menganyam produk itu di rumah masing-masing.
Agar tampilan produknya berbeda, perajin memberi pewarna tekstil pada anyaman. Hasilnya, produk itu bisa terjual seharga Rp 1.000-Rp 50.000/buah. Meski harganya terjangkau, namun perajin mengaku kesulitan untuk memasarkannya. "Kami tidak punya tenaga pemasar, jadi selama ini mengandalkan pesanan dari tetangga dan pelatih kami di Yogyakarta," ungkapnya.
Kendati demikian, metode tersebut belum bisa menggenjot penghasilan perajin karena pesanan datang tidak pasti. Padahal, Somo menjamin produk buatan warga Sokoagung tidak kalah dari bikinan sentra anyaman bambu di Yogyakarta. "Memang sudah sering ikut pameran, dan animo konsumen cukup bagus, namun pemasaran masih belum seperti yang diharapkan," ucapnya.
Perajin lain, Karyanti (30) menambahkan, kondisi tersebut membuat perajin kurang berminat menjadikan kerajinan sebagai mata pencaharian utama keluarga. Bahkan, kapasitas produksi perajin juga terbatas hanya untuk melayani pesanan. Padahal, seorang perajin bisa menghasilkan maksimal 20 keranjang gula atau sebuah perabotan yang rumit.
Menurutnya, penghasilan dari menganyam bambu bisa untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, karena setiap hari seorang perajin bisa mendapat sedikitnya Rp 20.000. "Jika dibandingkan penghasilan membuat besek, maksimal hanya Rp 10.000. Namun, pasar yang tidak pasti membuat perajin lebih fokus memasak air nira," terangnya.
Senada, Lilik Haryati (33) mengemukakan, perajin membutuhkan pendampingan dari pemerintah, sehingga selain kualitas produk meningkat, juga memiliki ilmu memasarkan produk. "Kami butuh pendampingan yang selama ini memang belum pernah ada," tegasnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar