Senin, 19 September 2011

Magelang : Getuk Gondok


Tampah Jadi Pembeda

USIA memang tidak muda lagi, tetapi tenaga dan semangatnya tetap membara memacu gerak usaha getuknya. Beruntung, anak-anaknya sangat berbakti, sehingga mau membantunya untuk terus mengembangkan bisnis yang merupakan warisan nenek moyang.
Dialah Hj Sri Rahayu (56), perajin sekaligus pemilik Getuk Gondok di Desa Karet Magelang. Wanita kelahiran Oktober 1955 ini masih cukup awas dan telaten mengelola usahanya. Bersama anak-anak dan karyawannya, mulai dini hari sampai pagi selalu bergulat dengan adonan getuk.
”Biasanya mulai mengolah pukul 02.00 sampai pagi hari. Setelah selesai, langsung dibawa ke kios yang menempel di Toko Panorama di area Pasar Rejowinangun dan area Pasar Penampungan,” ujarnya di rumah produksinya, belum lama ini.
Apa yang dikerjakannya hari ini tidak lepas dari sejarah keberadaan getuk itu sendiri di Magelang. Simbahnya yang bernama Ali Mohtar dipercaya sebagai pelopor getuk khas Magelang yang dirintis sejak zaman penjajahan Jepang.
”Saya hanya meneruskan warisan usaha leluhur. Saya termasuk generasi ketiga dari keturunan ibu-bapak saya. Sejak kecil sudah berkutat dengan getuk dan mulai tahun 1985, saya kelola secara mandiri setelah ibu dan bapak tiada,” ceritanya.
Pengolahan singkong menjadi getuk pada zaman dulu dan sekarang beda. Kalau dulu dengan alat seadanya, sekarang menggunakan mesin penggilas. Hasilnya lebih baik, dan produksinya pun meningkat.
Dalam perkembangannya, meski dari rasa dan warna sama, pengemasan berkembang ke arah modern, tanpa menghilangkan kemasan tradisional. Dus bertuliskan merek dan alamat produksi sudah digunakan sambil tetap melayani pesanan menggunakan tampah dan daun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar