MAGELANG - Para korban banjir lahar Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tetap memproduksi industri rumah tangga mereka berupa aneka makanan khas daerah itu. Kegiatan dilakukan untuk memenuhi permintaan saat Lebaran 2011.
"Kami tetap berproduksi, apalagi saat ini ramai permintaan untuk Lebaran. Saat mengungsi dulu juga tetap produksi," kata seorang pembuat aneka makanan khas yang tinggal di tepi alur Kali Putih Dusun Salakan, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Suharsih (55), di Magelang, Senin (8/8)
Para pembuat makanan itu sempat mengungsi di penampungan Tanjung Kecamatan Muntilan karena desanya diterjang banjir lahar melewati alur Kali Putih.
Mereka kemudian mengontrak beberapa rumah yang aman dari bencana itu untuk tetap melanjutkan usahanya pada siang, sedangkan malam tidur di pengungsian. Sejak beberapa waktu lalu mereka kembali ke rumahnya dengan tetap melanjutkan usaha tersebut.
Suharsih dengan mempekerjakan sejumlah tetangganya terus mengembangkan usaha pembuatan aneka makanan bermerek "Echo" itu antara lain berupa jenang dan krasikan, wajik kacang ijo, wajik bandung, permen sirsat, dan permen tape.
Ia sejak 20 Juli 2011 kembali ke rumahnya setelah mengungsi sejak 10 Januari 2011, karena desanya yang relatif dekat dengan Kali Putih itu diterjang banjir lahar.
Produksi permen sirsat dan permen tape untuk kebutuhan Lebaran, katanya, masing-masing 100 kilogram per hari dengan harga Rp14.000 per kilogram, jenang dan krasikan masing-masing 90 kilogram per hari dengan harga Rp17.000 per kilogram.
Produk jenang dan krasikan dijual dalam satu kemasan plastik. Produksi wajik kacang ijo dan wajib bandung masing-masing 100 kilogram per pekan dengan harga Rp17.000 per kilogram.
Ia mengatakan, produksi permen sirsat dan permen tape sebelum Ramadhan masing-masing 30 kilogram per hari dengan harga Rp14.000 per kilogram, jenang dan krasikan masing-masing 50 kilogram dengan harga Rp16.000 per kilogram, wajik kacang ijo dan wajik bandung masing-masing 72 kilogram per pekan dengan harga Rp16.000 per kilogram.
Berbagai makanan khas daerah itu berbahan baku antara lain beras, kelapa, gula pasir, dan gula jawa yang diperoleh dari pasar setempat.
"Permintaan untuk Lebaran meningkat dua kali lipat, sehingga kami menambah tenaga dari enam orang pada hari biasa menjadi 15 orang. Semua tenaga mengambil para tetangga khususnya para ibu rumah tangga" kata Suharsih yang mengembangkan usaha itu sejak 10 tahun lalu.
Ia mengatakan, produknya itu untuk memenuhi kebutuhan di Pasar Godean dan Tempel Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kawasan Malioboro Kota Yogyakarta, Pasar Tempel, Muntilan, Ngluwar (Kabupaten Magelang), dan sejumlah pasar di Kota Magelang.
Menurut dia, dirinya menambah modal melalui kredit salah satu koperasi simpan pinjam sebesar Rp20 juta untuk meningkatkan produksinya menjelang Lebaran 2011.
Hingga saat ini, katanya, di desa tersebut terdapat delapan keluarga yang terus mengembangkan usaha pembuatan aneka makanan khas Magelang setelah mereka kembali dari pengungsian.
Pembuat makanan lainnya Dibyo Utomo (65) mengatakan, menambah modal usaha sebesar Rp30 juta melalui pinjaman dari koperasi untuk memenuhi permintaan menjelang Lebaran.
Ia mengaatakan, sejak tujuh tahun lalu membuat makanan seperti wajik bandung, jenang dan krasikan, permen tape dan permen sirsat dengan pasaran berbagai toko oleh-oleh di Purworejo, Solo, Semarang, Karanganyar, Magelang, dan Sleman.
Produksi permen sirsat dan permen tape untuk memenuhi kebutuhan Lebaran masing-masing sebesar Rp70 kilogram per hari, wajik bandung 116 kilogram, jenang dan krasikan masing-masing 60 kilogram.
Pada hari biasa produksi permen sirsat dan permen tape masing-masing 35 kilogram per hari, jenang dan krasikan masing-masing 35 kilogram, dan wajik bandung 96 kilogram. Harga permen sirsat, permen tape, dan wajik bandung masing-masing Rp15.000 per kilogram, sedangkan jenang dan krasikan masing-masing Rp17.000 per kilogram.
"Saya tidak menaikkan harga, tetapi keuntungan yang lebih diperoleh dari produksi dan permintaan yang meningkat," katanya.
Pembuat wingko babat di desa itu Sumardi (53) mengatakan, dirinya terus berproduksi untuk memenuhi permintaan berbagai toko oleh-oleh di Yogyakarta, Kota Magelang, Muntilan, dan Secang (Kabupaten Magelang). Makanan berbahan baku kelapa, tepung ketan, dan gula pasir itu mampu bertahan selama lima hari.
Ia mengembangkan usaha wingko babat dengan merek "Kapal Wijaya" itu menjadi tiga rasa wingko babat yakni rasa kelapa muda, cokelat, dan durian dengan harga pada Lebaran Rp12.000 per tas, sedangkan hari biasa Rp11.000. Satu tas berisi 15 wingko
Kabar
gembira, Bagi Anda atau saudara Anda yang menderita asma, sesak napas
karena rokok atau sebab lain, kini tersedia obatnya, Insya Allah sembuh,
90% pasien kami sembuh total, selebihnya bebas kertegantungan obat.
Untuk Anda yang ingin mencoba (gratis), SMS nama dan alamat serta
keluhan penyakit, kirim ke 081392593617 Kunjungi Website
Magelang Hari Ini :
- Umat Thiong Hoa Jateng-Yogya Gelar Ritual Chau Du Fa Hui
- Dhea Butuh Uluran Tangan
- H-7, Truk Pasir Dilarang Beroperasi
- Salut, Korban Banjir Lahar Bertahan Produksi Makanan Khas untuk Lebaran
- Carikan Solusi Pedagang Yang Tergusur
- Transmigran Pulang Kampung
Magelang Hari Ini :
- Umat Thiong Hoa Jateng-Yogya Gelar Ritual Chau Du Fa Hui
- Dhea Butuh Uluran Tangan
- H-7, Truk Pasir Dilarang Beroperasi
- Salut, Korban Banjir Lahar Bertahan Produksi Makanan Khas untuk Lebaran
- Carikan Solusi Pedagang Yang Tergusur
- Transmigran Pulang Kampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar