TRIBUNJATENG.COM MAGELANG,– Suasana haru mewarnai Hari Raya Idul Adha 1432 Hijriyah di komplek hunian sementara (Huntara) Mancasan yang dihuni para pengungsi korban banjir lahar dingin asal Desa Sirahan Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Minggu (6/11/2011).
Warga terlihat menggelar tikar di lorong-lorong jalan komplek huntara untuk mempersiapkan pelaksaanaan sholat I’d. Tidak ada mimbar layaknya pelaksanaan khotbah masjid-masjid pada umumnya.
Saat sholat dilaksanakan tepat pukul 07.00, para pengungsi baik laki-laki maupun perempuan terlihat menangis terisak-isak. Begitu pula saat khotbah dipaparkan oleh Chabibullah (Ketua GP Anshor Cabang Magelang), mereka terlihat menangis tersedu-sedu dan sesekali mengusap air mata mereka, dengan baju Takwa yang dikenakan untuk laki-laki, dan menggunakan mukena untuk yang perempuan.
Bahkan saat doa khotbah dikumandangkan, suasana haru semakin terasa. Dalam keheningan, selain hanya suara sang Khotib yang menggema, juga terdengar lirih suara tangisan dari beberapa barisan jamaah.
Seusai rangkain pelaksanaan sholat Idul Adha, mereka kembali menggulung tikar. Juga terlihat di antara para korban banjir lahar dingin ini saling bersalaman satu sama lainnya.
Seorang pengungsi, Sutilah (60) yang saat khotbah dibacakan terlihat menangis tersedu-sedu, seusai sholat I’d ia mengungkapkan, sangat terharu dengan kondisi yang demikian. “Saya tinggal sendiri di huntara, tidak ada keluarga. Saya teringat dengan suasana saat belum ada bencana di desa kami. Sekarang rumah saya sudah hilang karena banjir,” ungkapnya sambil menahan isak tangis.
Koordinator Pengungsi, Feri Susanto mengatakan, banjir lahar dingin yang terjadi Kamis kemarin, memang tidak begitu menimbulkan dampak besar di Desa Sirahan. “Namun dampak psikologinya bagi kami sangat besar. Bahkan hingga kini, saat terjadi mendung petang di kawasan utara, kita yang masih ada di Desa Sirahan sangat takut,” ujarnya.
Feri mengaku bersyukur dengan adanya masyarakat yang masih peduli dengan kondisi pengungsi. “Kami bersyukur ada yang memberikan hewan kurban pada kami, baik dari pemerintah maupun swasta lainnya. Kami hanya bisa berdoa semoga amal anda semua diterima Allah SWT,” katanya sambil matanya terlihat berkaca-kaca.
Pengungsi di huntara Mancasan yang berasal dari Desa Sirahan sebanyak 335 jiwa atau 106 KK. Saat ini mayoritas pengungsi menggantungkan hidupnya dari hasil penambangan pasir di Kali Putih. Sebelumnya, mereka adalah petani dan peternak, namun banjir lahar dingin yang membawa material vulkanik telah menimbun ratusan hektar sawah di desa tersebut.
Ketua GP Anshor Cabang Magelang, Chabibullah yang memimpin langsung pelaksanaan sholat I’d ini mengatakan, pengungsi yang tinggal di huntara apabila ingin bergabung dengan warga lain di desanya terlalu jauh. Sehingga mereka sepakat melaksanakan sholat I’d di komplek huntara.
“Mereka sudah sepakat melaksanakan di sini. Sebenarnya ada mushola di komplek huntara yang kami bangun, tapi tidak muat. Ketika mau bergabung dengan warga setempat di Desa Jumoyo, ternyata pengungsi lebih memilih melaksanakan sholat sendiri agar lebih akrab sesama pengungsi,” kata Chabib.
Magelang Hari Ini : 7 Nopember 2011
-Suara Tangis Menggema di Huntara Mancasan
-Cegah Banjir, Pembangunan Jembatan Dipercepat
-Tersangka Uang Palsu Gantung Diri
-JEMBATAN GANTUNG BAMBU REJOSARI, PUTUS
-Jalan ke Pos Merapi Babadan Ambrol Lagi
-Jalur Evakuasi Longsor Diterjang Lahar Dingin
-Warga Krinjing Bangun Jalan Alternatif
-Jalur Penambangan Penyebab Banjir Lahar Meluap Ditutup
-Pengungsi Merapi Asal Magelang Peroleh 27 Hewan Kurban
-Lahar Dingin Cobaan untuk Meningkatkan Kualitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar