---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BENER - Kestabilan jembatan gantung Sutosari yang menjadi penghubung Desa Kaliwader dan Desa Kaliurip, Bener, Purworejo semakin terancam. Kendati harus mempertaruhkan keselamatan mereka, warga sekitar masih tetap menggunakan jembatan yang dibangun sekitar tahun 1980 itu.
Jembatan berkerangka besi kawat dan memiliki alas sasak bambu itu hingga kini masih menjadi andalan warga Dusun Sutoasari RT 07/RW 01, Desa Kaliwader. Ada 85 KK atau setara 100 jiwa lebih
warga desa tersebut yang kerap memakai jembatan itu.
Kepala Desa Kaliwader Suyoto Wahyudi mengatakan, jembatan itu dulu dibangun TNI AD sebagai salah satu akses jalan warga Sutosari yang saat itu terisolasi. ’’Panjang jembatan sekitar 100 meter dan lebar satu meter. Sedikitnya ada delapan pilar peyangga dan kini kondisinya sudah tidak stabil hingga konstruksi jembatan sasak bambu itu miring,’’ ungkapnya kemarin (20/2).
Kata Suyoto, bukan hanya warga Dusun Sutosari yang biasa menggunakan jembatan tersebut. Warga luar juga memanfaatkannya karena merupakan akses tercepat ketika hendak ke pusat kota Kecamatan Bener.
’’Jembatan itu juga biasa digunakan siswa sekolah MTSN Bener saat pergi dan pulang sekolah. Puluhan warga setiap hari juga melintas jembatan saat pergi ke sawah, pasar atau saat kondangan ke dusun atau
desa tetangga,’’ imbuhnya.
Jika tak lewat jembatan itu warga harus memutar dengan jarak sekitar 1,5 kilometer jalan kaki melalui empat dusun. Yakni Dusun Dukuh, Ringinsari, Krajan, dan Kaliurip. ’’Warga biasanya memutar jika sungai Kodil banjir,’’ kata dia.
Pihak desa sempat mengusulkan pembangunan jembatan gantung sejak 1990. Tetapi, hingga kini usulan itu belum mendapat tanggapan dari
pemerintah. ’’Disurvei pun belum pernah, mungkin ada pertimbangan pemerintah jika di Desa Kaliwader sudah ada jembatan,’’ katanya.
Supingi, 71, warga Sutosari menambahkan, untuk
memertahankan kondisi jembatan, warga hanya bisa mengganti sasak bambu setahun sekali. Perbaikan secara swadaya itu menghabiskan dana sekitar 1,5 juta.
’’Mau bagaimanapun kondisi jembatan ini sangat vital fungsinya bagi kami. Hampir setiap hari saya lewat sini saat pergi ke sawah atau mau ke kota. Bahkan saat banjir saya nekad menyeberang kendati kaki gemetar saat melihat bajir hampir menyentuh lantai jembatan,’’ tuturnya.
Warga lain, Midi, 72, menjelaskan, perbaikan sasak
bambu kadang mendapat bantuan dari desa setelah dirapatkan dalam musrenbangdes setiap tahun. ’’Tetapi tidak setiap tahun kami mendapat bantuan. Akhirnya kami urunan jika ingin melakukan perbaikan,’’ tambahnya.
Ahmad Hasyim, 12, siswa SDN Kaliwader sangat mengharapkan pembangunan jembatan untuk akses pulang dan pergi ke sekolah. ’’Kami selalu lewat sini jika ingin ke sekolah atau ke rumah teman. Kalau memutar jauh. Saya juga tidak bisa naik sepeda jika lewat sini dan harus jalan kaki karena sasak bambunya sudah keropos,’’ ucapnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
-Jembatan Sasak Sutosari Kian Parah
-Pemkab Diminta Serius Sediakan Aset MTA
-Titik Pemasangan Iklan Terbatas, Honda Telah Kantongi Izin
-Truk Bermuatan Asbes Terguling
-Operasional Sekolah dari Hasil Jual Sampah
-Penyelenggara Jalan Bisa Dituntut Pidana
-Penuhi Tuntutan Pedagang, Jalur Kopada Dikembalikan
-Sungai Gebang Besar Ditanggul ’Bronjong’
-Pemkab Diminta Serius Sediakan Aset MTA
-Titik Pemasangan Iklan Terbatas, Honda Telah Kantongi Izin
-Truk Bermuatan Asbes Terguling
-Operasional Sekolah dari Hasil Jual Sampah
-Penyelenggara Jalan Bisa Dituntut Pidana
-Penuhi Tuntutan Pedagang, Jalur Kopada Dikembalikan
-Sungai Gebang Besar Ditanggul ’Bronjong’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar