---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PURWOREJO - Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Purworejo mengeluhkan melonjaknya harga kedelai akhir-akhir ini. Harga yang melambung dari Rp 5.800 menjadi Rp 6.800/kilogram sejak adanya rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu, hingga kini belum juga mau turun kendati harga BBM tidak jadi naik. Perajin kesulitan mempertahankan keuntungan karena mereka tidak bisa menaikkan harga jual.
Perajin harus mati-matian mempertahankan keuntungan yang maksimal hanya Rp 2.000/kilogram tempe. Kerugian pun selalu menghantui para perajin tempe.
"Segala cara harus ditempuh, kenaikan harga kedelai memang yang paling menyulitkan kami. Tidak habis pikir, mestinya ketika BBM batal naik harga kedelai juga turun," ucap Rusminah (54), perajin tempe di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo kepada KR kemarin.
Satu-satunya cara untuk mempertahankan keuntungan adalah dengan memperkecil ukuran tempe. Perajin biasanya membuat kurang lebih 55 bungkus tempe ukuran kecil dari setiap kilogram kedelai, namun karena kenaikan harga bahan baku, jumlahnya diperbanyak menjadi 60 bungkus.
Pedagang menjual tempe Rp 1.000/6 bungkus kecil. Perajin harus menyisihkan Rp 6.800 untuk beli kedelai serta Rp 3.000 biaya kayu bakar dan bungkus tempe, sehingga laba kotornya Rp 2.000. Rusminah membuat 6 kg tempe setiap harinya dengan laba kotor Rp 12.000. "Kami tidak menghitung biaya tenaga, meski untung sedikit yang penting bisa nunut makan," tuturnya.
Makin kecilnya ukuran tempe juga membuat perajin menerima banyak keluhan dari konsumen. Bahkan sejumlah calon pembeli membatalkan order dan memilih mencari produk yang ukurannya lebih besar.
Perajin di Desa Bugel Kecamatan Bagelen Muhaimin (37) menambahkan, lonjakan harga kedelai bersamaan dengan sepinya pasaran membuatnya menurunkan produksi tempe. Muhaimin mengolah 65 kg kedelai setiap harinya, padahal saat kondisi normal mencapai 70 kg.
Muhaimin tetap mencoba mempertahankan kualitas dengan mengolah kedelai hingga bersih. "Kulit ari kedelai dibersihkan sehingga tempe yang dihasilkan bisa putih bersih, produk kualitas bagus itu laku Rp 1.000/ons dan Rp 2.000/bungkus ukuran 3 ons," terangnya.
Namun Muhaimin juga tidak bisa menaikkan harga jual karena kebanyakan konsumennya masyarakat menengah ke bawah. "Kalau sekarang naik, bisa tidak laku. Kenaikan mungkin baru bisa dilakukan jika harga kedelai di atas Rp 7.000/kg," tuturnya.
"Segala cara harus ditempuh, kenaikan harga kedelai memang yang paling menyulitkan kami. Tidak habis pikir, mestinya ketika BBM batal naik harga kedelai juga turun," ucap Rusminah (54), perajin tempe di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo kepada KR kemarin.
Satu-satunya cara untuk mempertahankan keuntungan adalah dengan memperkecil ukuran tempe. Perajin biasanya membuat kurang lebih 55 bungkus tempe ukuran kecil dari setiap kilogram kedelai, namun karena kenaikan harga bahan baku, jumlahnya diperbanyak menjadi 60 bungkus.
Pedagang menjual tempe Rp 1.000/6 bungkus kecil. Perajin harus menyisihkan Rp 6.800 untuk beli kedelai serta Rp 3.000 biaya kayu bakar dan bungkus tempe, sehingga laba kotornya Rp 2.000. Rusminah membuat 6 kg tempe setiap harinya dengan laba kotor Rp 12.000. "Kami tidak menghitung biaya tenaga, meski untung sedikit yang penting bisa nunut makan," tuturnya.
Makin kecilnya ukuran tempe juga membuat perajin menerima banyak keluhan dari konsumen. Bahkan sejumlah calon pembeli membatalkan order dan memilih mencari produk yang ukurannya lebih besar.
Perajin di Desa Bugel Kecamatan Bagelen Muhaimin (37) menambahkan, lonjakan harga kedelai bersamaan dengan sepinya pasaran membuatnya menurunkan produksi tempe. Muhaimin mengolah 65 kg kedelai setiap harinya, padahal saat kondisi normal mencapai 70 kg.
Muhaimin tetap mencoba mempertahankan kualitas dengan mengolah kedelai hingga bersih. "Kulit ari kedelai dibersihkan sehingga tempe yang dihasilkan bisa putih bersih, produk kualitas bagus itu laku Rp 1.000/ons dan Rp 2.000/bungkus ukuran 3 ons," terangnya.
Namun Muhaimin juga tidak bisa menaikkan harga jual karena kebanyakan konsumennya masyarakat menengah ke bawah. "Kalau sekarang naik, bisa tidak laku. Kenaikan mungkin baru bisa dilakukan jika harga kedelai di atas Rp 7.000/kg," tuturnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar