---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DITEMANI geledek kayu buatan sendiri, warga Wanurojo RT 03 RW 01, Kemiri, Purworejo, ini mengaku ingin tetap berusaha mandiri. Padahal ia kemana-mana harus dengan cara merayap seperti orang sedang push-up.
Dari kejauhan, Paryun seperti orang yang sedang akrobatik. Tubuhnya tengkurap saat merayap besama geladakan beroda kayu. Alat bantu buatan sendiri itu tampak handal untuk menggantikan fungsi kedua kakinya yang mengalami cacat permanen.
Sesaat kemudian, tubuhnya bersimpuh di lantai tanah sebuah ruangan berdinding kayu. Kakinya yang lumpuh dibiarkan selonjor, tangannya kemudian bergerak cepat. Sangat cekatan ia menatah hingga memasah bongkah kayu menjadi belandar penyangga rumah.
Paryun begitu kuat mewujudkan keinginannya menjadi individu yang kukuh tak kenal kata mengeluh. ”Apa yang bisa saya lakukan, saya kerjakan sendiri. Ketika hendak bepergian, kendati kedua kaki lumpuh, saya tak segan merayap. Menerima semua ini sebagai ujian hidup,” ujarnya bijak ketika ditemui Selasa (5/1).
Ia menuturkan, kelumpuhan dua kakinya akibat jatuh saat memanjat pohon kelapa pada 1985. Ia terjatuh dari ketinggian empat meter dan langsung masuk jurang. Posisi jatuh duduk yang dialaminya membuat tulang ekor patah.
”Setelah jatuh, sempat opname di rumah sakit selama sebulan. Karena tak memiliki biaya saya memutuskan rawat jalan dan lebih rajin urut ke dukun pijat. Namun kondisi tak banyak berubah. Kaki kemudian semakin menyusut tak bisa untuk berjalan,” kisahnya.
Istri Paryun, Painem, 50, menuturkan, sejak mengalami kelumpuhan, suaminya praktis tidak bisa bekerja sebagai petani ketela dan pemetik kelapa. Beruntung, sang suami punya keahlian sebagai tukang kayu. Pekerjaan yang dulu menjadi sambilannya kini berubah menjadi pokok. ”Sebagai suami, ia sangat bertanggungjawab,” tegasnya.
Painem menyebutkan, ujian yang dialami suaminya cukup berat. Selain jatuh dari pohon kelapa, juga sempat ditinggal istri pertama meninggal dunia.
”Saya istri kedua. Setelah menikah saya dikarunia dua anak. Tiga anak kami lainnya merupakan buah hati dari istri pertama suami saya,” ujarnya.
Tempat tinggal Paryun dan keluarganya di daerah perbukitan dengan jarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Purworejo. Kondisi alam perbukitan Wanurojo telah membentuk pribadi Paryun untuk menerima apa adanya.
”Saya ini orang desa, kalau tidak bekerja tidak bisa makan. Jadi apa saja sebetulnya ingin saya kerjakan untuk menafkahi keluarga. Tapi kerena kondisi seperti ini, hanya bisa menjadi tukang kayu. Memang untuk pengerjaan berat seperti angkat-angkat, sering dibantu anak saya,” ujarnya.
Keahlian Paryun cukup teruji. Beberapa pekerjaan pesanan seperti membuat kursi, almari, atau dinding kusen mampu ia kerjakan dengan sempurna. Tidak kalah dengan pekerjaan orang normal.
”Untuk membuat blandar rumah seperti ini saya membutuhkan waktu tiga hari. Saya hanya menjual jasa. Biasanya pemesan menyediakan bahan baku kayu, saya yang mengerjakan,” ucapnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar