Tampilkan postingan dengan label Penambang Pasir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penambang Pasir. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 April 2012

Berita Magelang : Gubernur Ajak Penambang Bertanggung Jawab

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MAGELANG – Para penambang pasir diminta menambang secara bertanggung jawab agar tidak merusak lingkungan. Mereka juga diminta tidak merusak tanggul penahan lahar, tebing sungai, maupun kawasan hutan. Hal ini dikarenakan menumpuknya material vulkanik  di sepanjang alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo ketika meresmikan jembatan Srowol beberapa waktu lalu. ”Penambang pasir jangan sampai merusak lingkungan. Kalau pasir sudah habis ya berhenti. Jangan diambil lagi. Jika alam dirusak, masyarakat yang akan kena imbasnya,” kata Bibit.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, masih ada ratusan juta kubik material sisa erupsi Gunung Merapi.
Disebutkan untuk material di Kali Gendol 24 juta meter kubik, hulu Sungai Pabelan 20,8 juta meter kubik, hulu Kali Krasak 10,8 juta m3, dan hulu Kali Putih 8,2 juta m3. Sedangkan di Kali Trising 3,8 juta m3 dan Kali Senowo 4,4 juta. Adapun total muntahan erupsi Merapi 2010 diperkirakan antara 130 juta m3 sampai 150 juta m3.
Menurut pantauan Yoga Tri Subarkah, relawan Linang Sayang Comunication (LSC) dan Obar Abir, penambangan dengan alat berat masih dilakukan di alur Kali Senowo, Tringsing, Pabelan, Kali Putih, dan Bebeng serta Krasak.
”Untuk kawasan dangkal, penambangan mengurangi debit material sehingga bermanfaat untuk normalisasi sungai. Ini bisa menambah daya tampung sungai saat terjadi banjir lahar. Namun untuk titik-titik tertentu, penambangan mengandung risiko tinggi,” ujarnya.
Ada sejumlah penambangan alat berat yang membahayakan lingkungan karena dilakukan di sekitar tebing sungai yang tinggi. ”Di seputaran Krinjing kami lihat ada penambangan menggunakan alat berat yang akan memperparah kerusakan lingkungan. Di sana tebing cukup tinggi, penambangan alat berat dan manual mengeruk tebing sehingga rawan ambrol,” kata dia.


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga:

Sabtu, 17 Maret 2012

Kabar Kebumen : Penambang Pasir Menyelam 5 Jam Perhari

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEBUMEN  - Menyelam selama 5 jam perhari tanpa alat pelindung mata, kulit maupun rambut di perairan payau yang terkadang berkadar garam tinggi, ternyata berisiko bagi kesehatan fisik. Para penambang pasir di muara Sungai Luk Ulo Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong Kebumen tetap menjalankan pekerjaan yang berisiko tersebut. ”Mata pedas, kulit terasa kering dan terkadang perih selalu kami rasakan setelah menyelam di sungai yang kadar garamnya sedang tinggi. Akibat lainnya, rambut saya sekarang jadi kusam dan berwarna kecoklat-coklatan,” ungkap Sunardi (30), seorang penambang pasir di muara Sungai Luk Ulo Desa Tanggulangin seusai melakukan penyelaman untuk menambang pasir di dasar muara sungai itu, Jumat (16/3). Di muara Sungai Luk Ulo saat ini ada 30 orang penambang pasir yang untuk mendapatkan pasir harus bergelut dengan kondisi alam yang sulit. Selain menyelam di kedalaman 5 sampai 6 meter, penambang juga harus berhadapan dengan fenomena alam lain berupa tingginya kadar garam pada saat-saat tertentu. Menurut Sunardi, tingginya kadar garam itu diketahui saat temperatur air lebih tinggi dibandingkan temperatur air tawar. Menurut Rusmin (40), rekan Sunardi, kandungan garam itu berasal dari limpahan air laut, mengingat lokasi penyelaman hanya berjarak 200 meter dari perairan Samudera Indonesia. ”Biasanya bila di bagian hulu sungai selama beberapa hari tak turun hujan, kadar garam air sungai tinggi. Begitu pula di musim kemarau,” jelas Rusmin. Kendati sudah memiliki keahlian menyelam, namun para penambang tetap mengakui pekerjaan menyelam untuk mengambil pasir di dasar sungai merupakan pekerjaan yang berat. Untuk mendapatkan pasir satu perahu senilai Rp 15 ribu yang dijual kepada juragan atau pemilik perahu, mereka membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Rata-rata dalam seharinya mereka berhasil mendapatkan pasir sebanyak 5 perahu atau harus menyelam selama 5 jam sehari. Karena berisiko, para penambang hanya bisa bertahan melakukan pekerjaan paling lama hanya 10 tahun. ”Untuk menjaga kondisi fisik, biasanya kami mengatur sendiri kapan kami libur. Biasanya kami libur 1 atau 2 hari dalam satu minggu,” jelas Sunardi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca Juga: